Reporter: Abdul Basith | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - BOGOR. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana penerapan upah per jam. Skema upah tersebut dinilai akan memsikinkan buruh.
Pasalnya perusahaan dapat lebih leluasa mengatur jam kerja buruh sehingga menurunkan upah yang didapat. "Pengusaha bisa seenaknya secara sepihak menentukan jumlah jam bekerja buruh," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam siaran pers, Jumat (27/12).
Baca Juga: Heboh upah per jam, ini kata Menaker Ida Fauziyah
Padahal selama ini upah minimum menjadi jaring pengaman (safety net) bagi tenaga kerja. Bila dibayar sesuai jam kerja, ada kemungkinan buruh mendapat upah lebih rendah dari upah minimum per bulan.
Hilangnya pendapatan sesuai upah minimum membuat jaminan bagi tenaga kerja berkurang. Iqbal padahal harusnya hal itu dijamin oleh negara.
"Peran negara untuk melindungi rakyat kecil yang hanya mengandalkan upah minimum dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya menjadi hilang," terang Iqbal.
Baca Juga: Ramai pembahasan upah jadi per jam, begini kondisi buruh di Indonesia
Alasan lain diungkapkan Iqbal terjadi diskriminasi terhadap pekerja perempuan yang sedang haid upahnya akan terpotong. Padahal selama ini bila cuti haid upahnya tidak dipotong.
Begitupun buruh yang sedang sakit, cuti melahirkan, menjalankan ibadah haji, dan yang lainnya, maka upahnya terpotong. Pasalnya selama cuti pekerja tersebut tidak bekerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News