Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kini mulai mengandalkan sistem penegakan hukum demi mengejar penerimaan pajak. Setelah melakukan sandera badan terhadap sejumlah penunggak pajak, DJP mulai menambah keahlian petugas pajak untuk mengejar wajib pajak nakal tersebut.
Bak detektif, DJP pun membekali pegawainya dengan keahlian dalam penelitian, wawacara tersamar, pengamatan, penjejakan atau pembuntututan, hingga penyamaran. Hal tersebut dilakukan melalui pelatihan pegawai yang digelar di salah satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di Jakarta, untuk mengendus modus-modus penghindaran pajak yang dilakukan wajib pajak nakal.
Kepala Seksi Hubungan Eksternal DJP Hendri Z mengatakan, pelatihan tersebut biasa dilakukan oleh DJP. Tujuannya, agar pegawai pajak lebih lihai dalam mengejar seluruh wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan yang menghindari pajak.
"Itu workshop atau semacam diklat biasa untuk pegawai terkait pemeriksaan bukti permulaan dan pengamatan serta intelijen. Kami di DJP kan juga punyai intelijen," kata Hendri, Selasa (9/2). Menurut Hendri, pelatihan tersebut juga diadakan secara berkala, agar petugas pajak memiliki cara lain untuk mencari informasi mengenai wajib pajak yang bermasalah.
Bahkan dalam pelatihan tersebut, petugas pajak juga diajarkan bahwa pengumpulan sumber data dan informasi untuk dijadikan bukti permulaan juga dapat dilakukan melalui berbagai media sosial. Bahkan, metode wawancara tersamar dan kecenderungan bergunjing dari seseorang pun dapat dimanfaatkan untuk menggali informasi yang diinginkan.
Tak hanya itu, petugas pajak juga bisa melakukan pembuntutan atau penyamaran juga dapat dilakukan, asalkan petugas pajak memiliki kelihaian dan mental yang siap. Sementara itu, petugas juga bisa melakukan pengamatan terhadap wajib pajak yang dimaksud dengan mengandalkan daya ingatnya.
Tentunya, pengamatan juga harus disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Hingga bukti permulaan tersebut dinilai cukup, maka dapat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan hingga penyidikan.
Pengamat Perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Jakarta Yustinus Prastowo mengatakan keahlian tersebut merupakan standar yang harus dimiliki oleh petugas pajak. Ia bahkan menyarankan agar pembekalan keahlihan itu dilakukan secara berkala dan mencakup petugas pajak yang lebih luas.
Tak hanya itu, petugas pajak juga perlu dibekali dengan pemahaman bisnis yang dilakukan wajib pajak. "Jangan sampai terjadi salah paham, ketidakakuratan, ketika ada potensi jangan sampai tidak mengerti potensi," kata Prastowo.
Bahkan menurutnya, lebih penting jika petugas pajak dibekali keahlian dalam mengejar data yang akurat untuk kemudian dianalaisis dan dimanfaatkan sebagai bahan pemeriksaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News