CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.322.000   -29.000   -1,23%
  • USD/IDR 16.786   39,00   0,23%
  • IDX 8.404   -12,81   -0,15%
  • KOMPAS100 1.165   -0,67   -0,06%
  • LQ45 849   -1,31   -0,15%
  • ISSI 293   -0,58   -0,20%
  • IDX30 443   -2,13   -0,48%
  • IDXHIDIV20 514   -0,64   -0,12%
  • IDX80 131   -0,30   -0,23%
  • IDXV30 136   -0,64   -0,47%
  • IDXQ30 142   -0,04   -0,02%

DEN Buka-Bukaan Kesalahan Kebijakan Pajak di Indonesia Saat Ini


Minggu, 14 September 2025 / 14:41 WIB
DEN Buka-Bukaan Kesalahan Kebijakan Pajak di Indonesia Saat Ini
ILUSTRASI. Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu menilai kebijakan pajak di Indonesia selama ini masih salah arah.

Menurutnya, fokus kebijakan pajak Indonesia seharusnya bukan sekadar mengejar penerimaan negara, melainkan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Mari menekankan bahwa apabila kebijakan pajak hanya difokuskan kepada kepatuhan, maka yang terjadi hanyalah berburu pajak di kebun binatang atau intensifikasi.

"Anda pasti tahu ini, bahwa target pejabat pajak seharusnya bukan pendapatan, melainkan kepatuhan. Fakta bahwa targetnya adalah pendapatan berarti berburu di kebun binatang. Anda melakukan intensifikasi," ujar Mari dalam acara 42nd Indonesia Update Conference, Jumat (12/9/2025).

Baca Juga: Prabowo Mau Bangun Giant Sea Wall, Dewan Ekonomi Nasional Wanti-Wanti Hal Ini

Menurutnya, ada sejumlah faktor yang membuat rasio pajak Indonesia stagnan di kisaran 10% Produk Domestik Bruto (PDB).

Pertama, efisiensi administrasi pajak yang masih rendah. Kedua, besarnya sektor informal yang tidak tercatat. Ketiga, banyaknya pengecualian dan ambang batas pajak yang terlalu tinggi, terutama untuk UMKM.

Baca Juga: Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Klaim Program MBG Akan Buka 1,9 Juta Lapangan Kerja

Sebagai contoh, ia menyoroti ketentuan bagi pelaku usaha dengan omzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun yang hanya dikenakan tarif pajak 0,5%. 

Ambang batas ini, kata Mari, jauh lebih besar dibandingkan negara lain, yakni empat hingga lima kali lipat lebih tinggi.

Baca Juga: Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Dorong Revisi Batas Garis Kemiskinan Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×