Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Kisruhnya hubungan antar partai yang tergabung dalam koalisi, rupanya membuat politisi partai Demokrat ingin membuat hubungan antar partai ini diatur dalam peraturan yang lebih jelas jelas. Menurut Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah, Demokrat ingin koalisi diatur dalam sebuah undang-undang.
Hal tersebut dilakukan Demokrat karena melihat sikap Golkar dan PKS yang terus membangkang dari koalisi. "Seyogianya koalisi itu diatur dalam sebuah UU atau paling tidak ada ADRT (Anggaran Dasar Rumah Tangga)," ujar Jafar di Gedung Nusantara II DPR Jumat (25/2).
Bagi politisi Demokrat koalisi perlu diatur dalam UU karena sistem pemerintahan Indonesia sendiri menganut sistem presidential. Tapi Indonesia juga menggunakan sistem multi partai dalam pemilihan umumnya. "Jadi seharusnya kalau sistem presidential, itu cuma ada dua partai. Partai Pemerintah dan oposisi, tapi kita kan tidak. Kita multi partai," imbuhnya.
Menurut Jafar supaya kinerja pemerintah baik, maka harus ada dukungan parlemen yang kuat "Makanya koalisi perlu diatur dalam UU," tegasnya lagi.
Jafar pun mengakui, meski Susilo Bambang Yudhoyono terpilih menjadi presiden dengan dukungan 60 persen lebih suara. Namun pada kenyataan hal tersebut tidak terjadi dalam parlemen. Alhasil, Demokrat hanya mampu menduduki 21 persen kursi parlemen di Senayan.
"Seharusnya kalau di pemerintahan 60 persen, di parlemen juga 60 persen. Jadi pemerintahan bisa bekerja dengan baik. Kalau sekarang selalu digoyang oleh parlemen karena koalisi yang terbangun kurang kuat," tambahnya.
Anggota Komisi IV DPR RI itu pun mengkritik Golkar dan PKS yang berbeda sikap atas hak angket perpajakan. Karena menurutnya sebagai anggota koalisi, seharusnya Golkar dan PKS mengikuti aturan koalisi."Bukan persoalan pendapat berbeda atau sama, tapi kebersamaan. Koalisi itu intinya loyalitas," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News