Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi XI DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan pakar ekonomi terkait calon Deputi Gubernur dan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2018-2023.
Pakar yang dihadirkan adalah Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli, Ekonom Universitas Katolik Atmajaya Agustinus Prasetyantoko, Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perbankan Sigit Pramono.
Dalam pemaparannya, para pakar menyatakan bahwa pekerjaan rumah utama bagi Deputi Gubernur dan Gubernur BI baru adalah defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang tinggi, yang menyebabkan pergerakan rupiah rentan dengan faktor eksternal.
Dia menilai, CAD menjadi salah satu problem Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan moneter dan bank sentral harus berperan.
"Kalau tugas-tugas yang sekarang, menjaga rupiah dan inflasi, itu hanya permukaan saja. Peran dan posisi BI tidak strategis kalau seperti itu. Kita harus lihat dinamika di balik nilai tukar," ucap Pras, panggilan akrabnya.
Sedangkan Riza Ramli menilai, rupiah tertekan selama beberapa bulan terakhir. "Esensinya, pengelolaan makro seperti ini tidak prudent. Kalau prudent, primary balance kita positif," kata Rizal Ramli di Gedung DPR RI, Senin (26/3).
Di sisi lain, Sigit mengatakan, ekonomi Indonesia memang cukup besar sehingga bisa masuk dalam G20. Namun, dalam hal ini Indonesia masih kalah jauh dengan AS yang merupakan ekonomi terbesar dunia.
Ini terlihat dari posisi rupiah terhadap dollar AS yang sangat lemah. Dalam posisi yang lemah ini, Indonesia juga menghadapi faktor lain, yakni persoalan domestik yang slelalu membayangi, yaitu defisit transaksi berjalan.
Asal tahu saja, CAD ini adalah selisih dari ekspor kurang impor. Apabila ekspor naik, artinya dollar AS kita plus dan banyak sehingga rupiah naik. Ataupun sebaliknya.
"Dalam posisi ini, negara kita terakhir surplus pada 2011. Setelah itu, 2013 sampai sekarang selalu defisit. Selama kita tidak bisa tangani ini, rupiah mudah rentan. Ini harus diperhatikan Gubernur BI karena makin berat jaga rupiah," jelasnya.
"Kalau The Fed naikkan suku bunga, akan ada pergerakan otomatis di rupiah. Akibatnya rupiah akan lemah. Ini jadi catatan bagi Gubernur dan Dewan Gubernur BI," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News