Reporter: Herlina KD, Margareta Engge Kharismawati, Widyasari Ginting | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Surplus neraca perdagangan yang terjadi pada Februari 2014 dan Maret 2014 tak mampu berlanjut sebagai akibat tingginya impor di bulan April 2014. Alhasil, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan pada April 2014 sebesar US$ 1,96 miliar. Pada April 2014, impor tercatat sebesar US$ 16,26 miliar, naik 11,93% dari Maret 2014. Sedangkan ekspor hanya sebesar US$ 14,29 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menuturkan tingginya defisit neraca perdagangan ini dipicu oleh kenaikan impor terutama impor non migas. Pada April 2014, impor non migas tercatata sebesar US$ 12,56 miliar, naik 19,32% dari Maret 2014 yang sebesar US$ 10,53 miliar. "Kenaikan impor non migas ini lantaran antisipasi hari raya dan tahun ajaran baru," katanya Senin (2/6).
Beberapa komoditas impor yang mengalami kenaikan impor antara lain bahan pangan dan ponsel. Impor susu misalnya, pada April 2014 impor susu dari Australia mencapai 11,96 ton dengan nilai US$ 58,32 juta. Sebagai perbandingan, pada Maret 2014 impor susu dari Australia sebesar 2,59 ton dengan nilai US$ 13,32 juta.
Selain impor bahan pangan, kenaikan impor non migas juga dipicu oleh naiknya impor ponsel. Pada April 2014 impor ponsel tercatat sebesar US$ 332,17 juta, naik 58,9% dari bulan sebelumnya yang sebesar US$ 209,05 juta.
Sasmito Hadi Wibowo, Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS bilang, kenaikan impor ponsel ini merupakan antisipasi produsen sebelum pemerintah mengenakan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk ponsel.
Menteri Keuangan Chatib Basri bilang, defisit neraca perdagangan yang terjadi pada April 2014 hanya bersifat temporer. "Karena untuk menopang hal-hal kebutuhan menjelang lebaran," ujarnya.
Menkeu mengakui, pada kuartal II-2014 defisit transaksi berjalan yang di dalamnya mencakup neraca perdagangan, nilainya akan cukup besar. Tapi, Chatib masih yakin kedepan ekspor masih bisa lebih baik sehingga bisa menopang neraca perdagangan.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistyaningsih juga sepakat defisit neraca perdagangan yang terjadi pada April 2014 hanya bersifat temporer atau musiman saja. Meski begitu, ia memperkirakan defisit neraca perdagangan masih berpeluang terjadi pada Mei 2014. Sebab, "Tekanan impor masih akan tinggi pada Mei dan baru akan melambat pada Juni," jelasnya.
Lantaran ekspor masih belum meningkat signifikan, Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti memperkirakan defisit neraca perdagangan berpeluang terjadi hingga akhir tahun. "Kecuali bila mampu mendongkrak ekspor atau harga komoditas naik signifikan," ujarnya.
Sepakat dengan Destry, Lana juga bilang sampai akhir tahun Indonesia masih berpotensi mengalami defisit neraca perdagangan. Meski begitu, nilainya akan lebih kecil dari tahun lalu. "Kemungkinan hanya di kisaran US$ 100 juta," katanya. Sebagai gambaran, sepanjang 2013 defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 4,06 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News