Reporter: Edy Can | Editor: Edy Can
JAKARTA. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Anis Matta memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (3/5/). Anis dimintai keterangan sebagai saksi untuk Wa Ode Nurhayati, tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah.
Anis tiba di Gedung KPK, Jakarta, sekitar pukul 09.20 dengan mobil Toyota Royal Saloon berpelat nomor RI 54. Kepada para pewarta, Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera itu kembali menegaskan ketidakterlibatannya dalam kasus yang menjerat mantan anggota Badan Anggaran DPR, Wa Ode Nurhayati, ini.
"Kasus Wa Ode Nurhayati adalah kasus suap kepada yang bersangkutan sebagai pribadi," kata Anis di Gedung KPK, Kamis.
Menurut Anis, pembahasan alokasi dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan. Sementara pimpinan DPR, katanya, sama sekali tidak terlibat dalam pembahasan anggaran. "Kami di pimpinan sama sekali tak terlibat. Itu bukan domain pimpinan, itu domain Banggar DPR dan Kemenkeu," ujar Anis.
Dia juga merasa terhormat mendapat kesempatan diperiksa KPK untuk membantu menuntaskan kasus dugaan suap PPID ini. "Saya siap (diperiksa) kapan pun dibutuhkan KPK untuk dimintai penjelasan," ujar Anis sambil tersenyum.
Sedianya Anis diperiksa pada 26 April 2012. Namun, dengan alasan masih di luar negeri, Anis batal diperiksa. Pemeriksaan Anis ini dilakukan setelah Wa Ode Nurhayati menuding Anis, pemimpin Banggar Olly Dondokambey, dan Tamsil Linrung terlibat kasusnya. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, ada sejumlah keterangan saksi yang perlu dikonfirmasi kepada Anis.
KPK menetapkan Wa Ode sebagai tersangka kasus DPID. Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini disangka menerima suap sebesar Rp 6 miliar dari pengusaha Fahd A Rafiq melalui pengusaha Haris Surahman. Dalam pengembangan kasus ini, KPK juga menetapkan Wa Ode sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang.
Seusai diperiksa di KPK pada 18 April, Wa Ode menyatakan, dalam kasusnya, penyalahgunaan terjadi dalam proses surat-menyurat, yang kemudian merugikan kepentingan daerah. Hal itu mulai dari Anis. "Anis Matta cenderung memaksa meminta tanda tangan Menkeu untuk menandatangani surat yang bertentangan dengan rapat Banggar," kata Wa Ode.
Ia juga mengatakan, ada pelanggaran prosedural yang dilakukan mulai dari pimpinan DPR hingga pimpinan Banggar terkait pengalokasian dana PPID. Menurut dia, ada kriteria yang dilanggar untuk menentukan daerah-daerah yang berhak menerima dana PPID.
"Secara sepihak, kriteria itu diruntuhkan tanpa rapat panitia kerja lagi oleh empat pemimpin, kemudian dilegitimasi Pak Anis Matta," ujarnya. (Icha Rastika/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News