kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Data penduduk BPS dan Kemendagri berbeda


Rabu, 30 Maret 2011 / 08:00 WIB
Data penduduk BPS dan Kemendagri berbeda
ILUSTRASI. Ilustasi ANGGARAN PERLINDUNGAN SOSIAL DI TENGAH PANDEMI.


Reporter: Kurnia Dwi Hapsari, Petrus Dabu | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Jumlah penduduk Indonesia rupanya masih simpang siur. Data Kementerian Dalam Negeri menyebutkan jumlah penduduk di 2011 mencapai lebih dari 260 juta jiwa. Namun, jumlah ini berbeda dari perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut penduduk di 2011 mencapai 241 juta.

Irman, Pelaksana tugas (Plt) Direjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, mengatakan, angka tersebut masih perkiraan sementara dari hasil pemutahiran data kependudukan di 329 dari 497 kabupaten/kota. “Itu hasilnya belum kami proses, belum hasil resmi," ujarnya usai rapat dengar pendapat dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (29/3).

Ia menjelaskan, Kementerian Dalam Negeri menggunakan database kependudukan yang diolah dari daerah. Data itu lalu diverifikasi ulang.

Setelah rampung melakukan pemutahiran data di semua kabupaten/kota, Kemendagri akan berkoordinasi dengan BPS untuk mencocokkan data yang mereka miliki. “Dalam waktu dekat kami akan mengadakan komunikasi secara intensif dengan BPS bagaimana, di mana kelemahan dan di mana kelebihan antara kami dengan BPS,” ujarnya.

Kepala BPS Rusman Heriawan menyatakan, perbedaan data jumlah penduduk wajar karena ada perbedaan metode pendataan yang dilakukan BPS dengan Kemendagri.

Selama ini data kependudukan BPS berasal dari sensus penduduk, di mana setiap orang didata pada waktu yang bersamaan, sehingga tidak akan terjadi data ganda. Sementara pendataan Kemendagri menggunakan metode pendataan dari desa, kabupaten dan kecamatan. "Jadi ada kemungkinan data ganda, misal penduduk sudah pindah datanya masih berada di wilayah tersebut," ujar Rusman kepada KONTAN.

Rusman menyadari, perbedaan jumlah tersebut bisa menjadi masalah. Untuk itu, ia mengharapkan agar sistem Nomor Induk Kependudukan (NIK) bisa segera diterapkan di seluruh Indonesia, sehingga tidak terjadi lagi perbedaan data. "Seharusnya seperti negara maju, administrasi kependudukan dilakukan pemerintah daerah, lalu data dikirim ke BPS dan setelah itu Kemendagri selalu mendata pertumbuhan penduduk di daerah setiap tahun," ujarnya.

Pengamat ekonomi Imam Sugema mengatakan, harus ada penyesuaian metode pendataan antara BPS dan Kemendagri. Penghitungan jumlah penduduk sebenarnya memakai metode yang sederhana bisa dengan sensus atau data dari daerah.

Menurut Imam, dalam perencanaan pembangunan nasional memerlukan data akurat jumlah penduduk. Sebab akan berimbas pada penyediaan anggaran program-program pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×