kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   -1.000   -0,06%
  • USD/IDR 16.274   -94,00   -0,58%
  • IDX 7.073   -93,48   -1,30%
  • KOMPAS100 1.037   -18,23   -1,73%
  • LQ45 818   -13,96   -1,68%
  • ISSI 211   -3,15   -1,47%
  • IDX30 422   -5,56   -1,30%
  • IDXHIDIV20 505   -6,59   -1,29%
  • IDX80 118   -2,12   -1,76%
  • IDXV30 121   -1,82   -1,48%
  • IDXQ30 139   -1,83   -1,30%

Data kacau, Badan Pangan jadi harapan


Jumat, 13 November 2015 / 11:02 WIB
Data kacau, Badan Pangan jadi harapan


Reporter: Adisti Dini Indreswari, Fahriyadi, Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Tinggal tiga hari batas akhir pembentukan Badan Pangan Nasional (BPN), tapi tanda-tanda lahirnya lembaga pengatur ketahanan pangan belum tampak.

Undang-Undang No 18/ 2012 tentang Pangan mengamanatkan: BPN harus sudah dibentuk maksimal tiga tahun setelah UU disahkan. Dan batas akhir itu jatuh di 16 November.

Kabar terakhir menyebut, draf pembentukan BPN tertahan di Sekretariat Negara, tanpa alasan jelas.

Bustanul Arifin, pengamat ekonomi pertanian Indef mensinyalir, pembentukan BPN tertahan lantaran pemerintah ingin pangkas badan dan lembaga.

"Jokowi ingin pemerintahan ramping dan tak mau menambah anggaran untuk badan baru," ujar Bustanul.

Khudori, Anggota Kelompok Kerja Dewan Ketahanan Pangan Pusat, melihat ada keengganan pemerintah membentuk BPN sebagai lembaga yang langsung di bawah Presiden untuk mengkoodinasi kebijakan ketahanan pangan nasional.

Apalagi, "Tak ada konsekuensi mengikat jika pemerintah gagal membentuk BPN," ungkap Khudori.

Tapi Gardjita Budi, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kemtan, meyakinkan, pembentukan badan ini masih dalam proses.

"Saat ini masih dibicarakan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi," jelas Gardjita.

Apapun kondisinya, kebutuhan lembaga lintas kementerian untuk koordinasi kebijakan ketahanan pangan mendesak.

Lihat saja yang terjadi belakangan, ada silang sengkarut kebijakan membuka dan menutup keran impor komoditas pangan, seperti beras, jagung, dan kedelai.

Seperti diungkap Menteri Perdagangan Tom Lembong,  keputusan impor beras kita telat. Impor dilakukan saat stok tipis dan harga mahal.

Harusnya keputusan impor  diambil jauh-jauh hari. Sebab, selain harus mencari stok di luar Vietnam dan Thailand, beras premium harus dipakai untuk kebutuhan beras sejahtera.

Konsekuensinya, dana subsidi pangan bengkak Rp 1,4 triliun. Tapi, Kemtan sampai saat ini masih yakin pasokan beras cukup. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, data Angka Ramalan produksi beras tiap tahun selalu menunjukkan surplus hingga 10 juta ton.

Namun faktanya, impor beras tetap dilakukan karena pasokan minim.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, perbedaan data karena data yang dikumpulkan di lapangan terus bergerak.

Namun, "Ini tidak lantas mengubah kebijakan untuk memenuhi pasokan pangan dari dalam negeri tanpa impor," ujar Menteri Amran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×