Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kondisi pasar keuangan Indonesia yang tidak bersahabat membuat pemerintah bertindak cepat. Untuk menenangkan pasar obligasi, pemerintah telah menyiapkan dana guna melakukan pembelian kembali atawa buyback. Nilainya dipatok Rp 3 triliun.
Hingga Senin (24/8), pemerintah sudah menggunakan dana itu sebanyak Rp 1,4 triliun untuk tiga kali buyback SUN. Pertama, 12 Agustus sebesar Rp 401,29 miliar, lalu Rp 500 miliar di 21 Agustus dan terakhir 24 Agustus lalu dengan nilai Rp 500 miliar.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Robert Pakpahan mengatakan, pemerintah terus memonitor pasar. Bila ada arus dana keluar dan pemerintah dibutuhkan untuk masuk, maka pemerintah akan kembali melakukan buyback.
Namun Robert enggan menjelaskan kriteria saat pemerintah melakukan buyback. Yang pasti, indikator yang dilihat ialah pada yield atau imbal hasil, kurs, dan kondisi pasar saham.
Asal tahu saja, yield obligasi pemerintah 10 tahun kini berada di level 9,05%. "Kami tidak mau over reaksi terhadap pasar. Kalau perlu ada buyback, tidak perlu ragu," ujar Robert, Senin (24/8).
Berdasarkan catatan DJPPR, net sell atau asing yang keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) secara month to date hingga 20 Agustus 2015 adalah Rp 1,47 trilun. Robert menyebut, tren nett sell ini dimulai pada 12 Agustus, sebelumnya asing masih net masuk (net buy).
Bahkan sejak 3 Agustus-10 Agustus, net buy atau beli asing sebanyak Rp 8,1 triliun. Setelah itu terjadi net sell. Pada periode 11 Agustus-13 Agustus net sell tercatat Rp 4,53 triliun. Lalu dari 14 Agustus-20 Agustus net sell mencapai Rp 2,8 triliun.
Jika anggaran buyback ini tidak cukup, pemerintah akan memperbesarnya lewat Bond Stabilitation Framework (BSF). Keluarnya dana asing kali ini, kata Robert, karena faktor pasar luar negeri.
Fundamental ekonomi Indonesia masih bagus dengan pertumbuhan ekonomi 4,7%, inflasi tahun kalender sebesar 1,9%, dan defisit transaksi berjalan juga menyusut ke 2,1% dari PDB pada triwulan II 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News