kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dampak pembangunan infrastruktur belum terasa


Minggu, 24 September 2017 / 12:06 WIB
Dampak pembangunan infrastruktur belum terasa


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Sejak awal kabinet berjalan, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menggenjot pembangunan infrastruktur untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah. Tapi, dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi selama infrastruktur itu dibangun belum terasa.

Data Badan Pusat Statistik menujukkan, indeks upah riil kelompok bawah kecuali upah buruh potong rambut menurun bila dibandingkan dengan tahun 2014. Dengan demikian, timbul pertanyaan bahwa mengapa infrastruktur dibangun, upah riil justru turun?

Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi mengatakan, dampak dari infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi baru akan terasa ketika infrastruktur tersebut sudah beroperasi. “Tentunya ada dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi selama infrastruktur dibangun, tapi belum optimal,” kata Eric kepada KONTAN, Sabtu (23/9).

Eric melanjutkan, pembangunan infrastruktur memang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi supply. Namun, setidaknya ada hal-hal yang mesti diperhatikan. Dengan teknologi pada saat ini, menurut Eric, pembangunan infrastruktur cenderung relatif padat modal dibandingkan di masa lalu. Oleh karena itu, dampaknya pada kenaikan upah nominal dan riil juga terbatas.

Adapun ia menggarisbawahi bahwa pengalokasian dana pada APBN yang terlalu berat di infrastruktur berisiko menimbulkan masalah pada pos-pos lainnya, apalagi jika pos-pos ini berkaitan dengan daya beli masyarakat, misalnya pos subsidi energi. “Akan lebih bermasalah jika keinginan pemerintah untuk genjot pembangunan infrastruktur ini tidak didukung dari sisi penerimaan,” ujarnya.

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan, pembangunan infrastruktur memang tidak bisa memberi hasil instan. Menurut dia ada time lag agak panjang, setidaknya tiga hingga lima tahun ke depan. “Dalam jangka pendek, pembangunannya menyerap tenaga kerja, sedangkan dalam jangka menengah dan panjang, bisa meningkatkan konektivitas, memangkas biaya logistik, dan menaikkan efisiensi yang ditandai dengan penurunan incremental capital-output ratio (ICOR),” jelasnya.

Namun, BPS mencatat, penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi justru merosot 0,64% pada Februari 2017 dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Adapun pada Agustus 2016, hampir semua sektor mengalami kenaikan penyerapan tenaga kerja, kecuali sektor konstruksi yang turun sebanyak 230.000 orang atau 2,80% dibandingkan periode yang sama pada 2015.

Menurut Tony, penyebab dari hal ini belum bisa dipastikan. Namun, kemungkinan terjadi efisiensi yang menggeser manusia ke mesin. “Sehingga lebih padat modal atau mengandalkan mesin,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×