kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini sebab swasta ogah garap proyek infrastruktur


Selasa, 19 September 2017 / 14:27 WIB
Ini sebab swasta ogah garap proyek infrastruktur


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Persoalan pengadaan lahan atau tanah yang kerap berlarut-larut menjadi salah satu faktor utama pihak swasta enggan untuk masuk ke pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia.

Sekjen Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan, lantaran pengadaan tanah ini, minat swasta masuk ke infrastruktur dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) tidak berkembang. Hal ini menurut Hadiyanto bisa dipahami karena pengadaan tanah yang berlarut-larut bisa membengkakkan biaya yang dibutuhkan.

"Proses pengadaan tanah ini masih menjadi tantangan. Proses yang berlarut-larut membuat ekspansi harga semakin mahal," ujarnya di Gedung Kemkeu, Jakarta, Selasa (19/9).

Menurut Hadiyanto, yang terjadi di Indonesia ini berbeda dengan negara maju yang mudah menyelesaikan hambatan pengadaan tanah. Padahal, infrastruktur di Indonesia masih tertinggal di ASEAN, sehingga pemerintah mangalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur meningkat signifikan sejak tahun 2015. "Untuk itu, dalam pembangunan infrastruktur ini kita perlu dukungan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Agraria yang tentu sekarang jauh lebih agresif menyelesaikan masalah pembebasan lahan," kata Hadiyanto.

Dia memaparkan, dalam rancangan pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2015-2019 dibutuhkan sekitar Rp 4.700 triliun untuk pembangunan infrastruktur, mulai dari bandara, ketersediaan air bersih, perumahan, dan lain-lain.

Adapun kontribusi yang paling besar berasal dari APBN, berkontribusi sebesar 41,3% yaitu sekitar Rp 1.941 triliun. Kemudian, yang berasal dari BUMN yaitu 22% atau Rp 1.034 triliun. Sedangkan 36,7% atau sekitar Rp 1.725 triliun dari total kebutuhan harus diperoleh dari peran serta swasta, melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha atau swasta atau public private partnership (PPP).

"Jadi ada gap pembiayaan infrastruktur sebesar itu dan ini bisa diisi swasta. Kualitas pengelolaan dan pembangunan infrastruktur pemerintah ini harus baik sehingga bisa menarik swasta," ucapnya.

Ia menambahkan, ada pula alternatif pembiayaan infrastruktur selain skema KPBU, yakni viability gap fund, availability payment, project development fund, credit guarantee, dan kontrak investasi kolektif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×