kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.210   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Dalam waktu 3 bulan, Ditjen Pajak kebut aturan pelaksana UU Cipta Kerja


Selasa, 27 Oktober 2020 / 07:30 WIB
Dalam waktu 3 bulan, Ditjen Pajak kebut aturan pelaksana UU Cipta Kerja


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini bergegas menyelesaikan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terkait kepastian hukum perpajakan.

Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk segera menyelesaikan seluruh aturan turunan kluster perpajakan dalam UU Cipta Kerja dalam waktu tiga bulan.

“Kalau UU Cipta Kerja mengamanatkan tiga bulan selesai, tapikan UU-nya belum diundangkan, jadi tunggu diundangkan dulu. Tapi implementasinya di tahun ini.  Soal kluster perpajakan, kepastian hukum yang diutamakan,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Senin (26/10).

Baca Juga: Penyerapan insentif pajak program PEN di bawah rata-rata

Adapun kepastian hukum perpajakan bakal diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Dalam hal meningkatkan kepastian hukum ada tujuh bagian yang diatur ulang oleh otoritas fiskal.

Pertama, penentuan subjek pajak orang pribadi  (SPOP) warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia menjadi subjek pajak dalam negeri.

Kemudian, pengenaan PPh bagi WNA yang merupakan subjek pajak dalam negeri dengan ahlian tertentu hanya atas penghasilan dari Indonesia. Selain itu, bagi WNI berada di Indonesia kurang dari 183 hari dapat menjadi subjek pajak luar negeri dengan syarat tertentu.

Kedua, penyerahan batubara termasuk barang kena pajak (BKP). Ketiga, konsinyasi bukan termasuk penyerahan BKP.  Keempat, non-objek PPh atas sisa lebih dana Badan Sosial dan Badan Keagamaan sebagaimana lembaga pendidikan.

Kelima, pidana pajak yang telah diputus tidak lagi diterbitkan ketetapan pajak. Keenam, penerbitan surat pemberitahuan tahunan (SPT) daluarsa lima tahun. Ketujuh, SPT dapat diterbitkan untuk menagih imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan.

Kata Prastowo, langka itu dilakukan untuk memberikan kepastian hukum para wajib pajak dalam menjalakan kewajiban perpajakannya ke depan. Sehingga, upaya ini akan sejalan dengan cita-cita UU Cipta Kerja untuk meningkatkan investasi.

Baca Juga: Ini 5 jurus untuk mendorong kepatuhan wajib pajak versi CITA

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan, secara umum total ada empat belas aturan turunan UU Cipta Kerja terkait perpajakan yakni, dua aturan melalui PP dan dua belas beleid yang merupakan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Sejumlah beleid itu mengubah sebagian ketentuan dalam UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU tentang Pajak Penghasilan (PPh), dan UU tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan  Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Selain mengatur ulang kepastian hukum perpajakan, beleid turunan UU Cipta Kerja juga diarahkan untuk meningkatkan pendanaan investasi, mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela, serta menciptakan keadilan iklim berusaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×