Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Internux atau produsen modem Bolt, saat ini tengah menjalani proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Dalam proses ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menagih utang kepada Internux. Nilainya mencapai Rp 463 miliar.
Menurut Fauzan Priyadhani, Kasubbag Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kominfo kepada Kontan.co.id disela rapat pencocokan utang atawa verifikasi PKPU Internux, Rabu (17/10) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, tagihan yang didaftarkan Kominfo berasal dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio yang belum dibayarkan Internux sejak 2016 hingga 2018. Internux sendiri telah mendapat izin penggunaan frekuensi tadio sejak 2009.
"Dari 2009 sampai 2015, pembayarannya lancar, tiap tahun debitur bayar. Baru pada 2016 pembayaran macet," kata Fauzan.
Sementara dalam rapat, tagihan Kominfo belum diterima oleh Internux terkait sifatnya, bukan nilai. Sebab, Fauzan bilang, tagihan didaftarkan dengan sifat preferen (prioritas), sementara Internux menilai tagihan Kominfo adalah konkuren (tanpa jaminan).
Menurut Fauzan, tagihan didaftarkan dengan sifat preferen, sebab tagihan BHP frekuensi radio akan masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sama seperti sifat tagihan pajak sebagai preferen yang sejatinya juga masuk ke kocek negara.
"Tapi tadi belum ditentukan, karena pengurus dan hakim pengawas minta waktu untuk mempelajari tagihan," lanjutnya.
Nah, soal ini Fauzan memberi contoh. Kominfo yang memiliki tagihan senilai Rp 900.000 yang juga soal BHP frekuensi radio dalam PKPU PT Merpati Nusantara Airlines ditetapkan sebagai kreditur preferen.
Mengingatkan, Internux yang merupakan entitas anak PT First Media Tbk (KBLV) musti merestrukturisasi utang-utangnya melalui jalur PKPU semenjak 17 September 2018 lalu. Perkara terdaftar dengan nomor 126/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Internux masuk PKPU dari permohonan PT Equasel Selaras, dan PT Intiusaha Solusindo. Dalam permohonannya Equasel berupaya menagih utang Internux senilai Rp 3,21 miliar, sementara tagihan Intiusaha senilai Rp 932 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News