kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Core Indonesia prediksi penerimaan negara pada 2019 tak capai target, ini alasannya


Minggu, 15 September 2019 / 18:48 WIB
Core Indonesia prediksi penerimaan negara pada 2019 tak capai target, ini alasannya
ILUSTRASI. Pelayanan kantor pajak


Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memprediksi penerimaan negara pada 2019 masih belum mencapai target.

"Ini memang belum mencapai target karena tidak ada momentum penggerak hingga akhir tahun nanti," ujar Ekonom Core Yusuf Rendy kepada Kontan.co.id, Minggu (15/9).

Yusuf memprediksi penerimaan negara ada di sekitar Rp 1.960 triliun-Rp 1.991 triliun atau sekitar 90%-92% dari target penerimaan negara dalam APBN 2019. Defisitnya dapat mencapai 2% terhadap PDB-2,1% terhadap PDB.

Hal itu juga dipengaruhi oleh turunnya harga minyak dan batubara, serta penguatan rupiah ke level Rp 14.000 terhadap dolar Amerika Serikat.

Meski begitu, Yusuf melihat adanya peluang kenaikan harga minyak. Hal ini disebabkan oleh efek pengeboman pabrik Saudi Aramco yang merupakan penyuplai besar terhadap total produksi minyak Arab Saudi.

Baca Juga: Ini usaha pemerintah untuk kejar target PNBP 2019

Pasca pengeboman, produksi minyak mungkin agak sedikit terganggu dan dengan permintaan yang masih sama, itu bisa menyebabkan naiknya harga minyak dunia, juga Indonesia.

Namun, ini juga perlu diwaspadai karena dalam jangka panjang, bisa berakibat ketidakpastian harga minyak dunia. Ini yang perlu diperhatikan oleh Indonesia, khususnya untuk penerimaan pajak dan non pajak minyak.

Sementara rupiah dilihat akan cenderung menguat hingga 2020. Hal ini dipengaruhi oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang enggan mengeluarkan kebijakan yang tidak populis sehingga perekonomian Amerika Serikat pun melemah.

Baca Juga: Penurunan harga batubara berpotensi menekan PNBP

"Ini nantinya yang masih mendorong capital inflow ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Memang sebuah blessing in disguise, jadi kita harus hati-hati," tambah Yusuf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×