kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Contek saja cara negara lain tarik devisa ekspor


Jumat, 03 Agustus 2018 / 09:23 WIB
Contek saja cara negara lain tarik devisa ekspor


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Instruksi Presiden Joko Widodo agar devisa hasil ekspor (DHE) ditarik masuk dalam negeri dan disimpan dalam bentuk rupiah, butuh upaya ekstra. Sebab dari catatan Bank Indonesia (BI), per April 2018 baru sebesar 15% dari total valas hasil ekspor yang dikonversi ke rupiah.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, agar instruksi presiden tersebut dapat dijalankan, maka pemerintah perlu meniru Malaysia. Negara Jiran ini mewajibkan 75% DHE dikonversi ke ringgit, mata uang Malaysia.

"Kita bisa saja ikut Malaysia. Justru idealnya 100% konversi ke rupiah. Sebab, eksportir juga menggunakan sejumlah bahan baku dari pasar domestik. Dan itu bukan hot money," kata Lana kepada KONTAN, Kamis (2/8).

Selain itu, Lana menyarankan, pemerintah membuat kebijakan yang bisa membuat membuat DHE masuk ke dalam negeri dengan cepat, tetapi keluarnya lambat. "Ini domain Bank Indonesia (BI). Mungkin dengan Kementerian Perdagangan," imbuhnya.

Hanya saja, upaya itu tidak mudah, karena saat ini tidak jarang eksportir juga berperan sebagai importir. Selain itu nilai tukar rupiah juga dinilai terlalu berfluktuasi, sehingga orang cenderung untuk memilih aset yang lebih stabil, khususnya untuk kegiatan usaha.

Karena itu, agar pengusaha mau, harus ada iming-imingnya dari BI. "Kalau saat mereka perlu dollar pastikan dollarnya ada. Misal dia punya dollar masuk, dikonversi ke rupiah, tujuh hari lagi dia butuh dollar, semacam dia beli hedging. Biaya hedging bisa disepakati. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga perlu mencabut margin hedging yang 10% supaya cost-nya lebih murah," saran Lana.

Swap rate juga perlu dibuat lebih menarik. Untuk itu, Lana meminta agar perbankan tidak mengambil untung dalam hal ini. "Jangan dianggap ini fee based income dan kesempatan," tambahnya.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, BI akan memberikan pricing menarik dalam lelang valas dengan fasilitas swap guna menyerap dollar di pasar. Meskipun saat ini swap rate sudah kembali normal, yakni 4,5% per annum. "Kami akan lihat apakah pricing-nya bisa menarik untuk pasar," kata Mirza.

BI juga telah meningkatkan frekuensi lelang foreign exchange swap menjadi tiga kali dalam seminggu, setelah sebelumnya dua kali.

Belajar dari negara lain

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, selain Malaysia, ada beberapa negara bisa dicontoh pemerintah. Negera-negara ini telah lama mewajibkan eksportir menjual hasil eksportnya. Di antaranya adalah Thailand, Ukraina, Jamaika, Mongolia.

"Sementara Belarusia tahun 2018 ini justru mencabut kewajiban itu. Sebelumnya tahun 2016 sampai 2018 mewajibkan eksporti menjual 20% DHE nya," ujarnya.

Dia bilang, Thailand juga mewajibkan eksportir melakukan repatriasi dan menempatkan DHE-nya di bank dalam negeri. Sementara, Ukraina mewajibkan eksportirnya menjual 50% DHE, dan Jamaika mewajibkan exportir menjual 25% DHE.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Adrianto bilang, sejauh ini pihaknya tidak menerima arahan khusus soal insentif agar DHE dikonversi ke rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×