kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Citi: Tren bunga rendah di Asia, kecuali Indonesia


Senin, 27 Mei 2013 / 21:16 WIB
Citi: Tren bunga rendah di Asia, kecuali Indonesia
ILUSTRASI. 2 Cara tukar poin Tri dengan kuota sebelum hangus di akhir tahun


Reporter: Rika Theo |

JAKARTA. Citibank memprediksi bahwa bank-bank sentral di negara berkembang Asia akan menjaga suku bunga rendah lebih lama lagi, kecuali Indonesia. Bunga acuan Indonesia akan naik setelah pemerintah mengerek harga BBM bersubsidi.

Menurut riset Citi tentang Proyeksi Makro dan Strategi Asia yang dirilis hari ini (27/5), India, Korea, Sri Lanka, China, Thailand, dan Vietnam akan memiliki kebijakan bunga rendah. Pasalnya, mereka menghadapi tren disinflasi dan ekonomi yang menurun. Beberapa juga akan menggunakan senjata suku bunga demi menjaga kestabilan nilai tukarnya. Maklum, kebijakan pelemahan yen Jepang cukup berisiko bagi sejumlah negara seperti Korea dan Thailand. 

Namun di Indonesia, kasusnya berbeda. Kenaikan harga BBM sebesar 33% justru akan mendorong inflasi ke angka 8,2%. Catatan saja, kenaikan 33% ini merupakan kombinasi antara kenaikan harga premium sebesar 44% dan solar 22%.

Meski begitu, Citi memprediksi kenaikan harga BBM tak serta merta mendorong bunga naik beberapa kali lipat, tapi lebih moderat. Citi memperkirakan bunga FasBI akan naik 3x25 basis poin.

"Ini akan mengerek suku bunga jangka pendek dan biaya dana perbankan. Walau begitu, penyalurannya ke bunga pinjaman bank mungkin hanya sebagian dan tidak signifikan membalikkan lingkaran kredit. Secara umum, kami hanya memprediksi penurunan lunak pertumbuhan kredit ke bawah 20% di akhir 2013, dari 22% di Maret," tulis Citi.

Apa dampaknya bagi konsumsi masyarakat?

Dalam riset itu, Citi juga memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dari 6,2% ke 6,1%.

Pasalnya, konsumsi rumah tangga bakal tergerus akibat kenaikan BBM. Orang akan memangkas pengeluaran lain-lain seperti belanja untuk kendaraan dan perbaikannya, pulsa ponsel, barang-barang tahan lama, dan pakaian.

Namun, Citi melihat penurunan konsumsi takkan proporsional besarnya dengan kenaikan belanja untuk BBM. "Pertama, belanja subsidi tetap akan naik walau BBM naik. Untuk rumah tangga berpendapatan rendah juga akan ada bantuan langsung," jelasnya.

Selain itu, yang terkena dampak pengurangan subsidi paling besar adalah mereka yang memiliki mobil. Bagi kalangan ini, alih-alih memangkas belanja, mereka cenderung akan mengurangi tabungan.

Citi juga menyatakan bahwa penurunan konsumsi di Indonesia nantinya juga akan diredam di kuartal IV 2013. Sebab, di saat itu, akan banyak mengucur pengeluaran menjelang pemilu.

Di luar itu, kenaikan BBM akan membantu mengurangi defisit neraca berjalan sekitar 0,2% PDB. Ini akan membantu mengurangi risiko pemangkasan rating Indonesia.

"Maka, permintaan obligasi bertenor menengah sampai panjang akan bertambah, menyeimbangkan pasokannya. Kurva yield obligasi kemungkinan akan mendatar, dengan kenaikan yield obligasi bertenor pendek plus yield tenor menengah panjang yang relatif stabil," jelas Citi.

Meski neraca pembayaran membaik, Citi melihat rupiah belum bisa berbalik menguat. Prediksinya, rupiah akan berada di level Rp 9.800 per dollar AS hingga tiga bulan mendatang, dan Rp 9.900 dalam enam sampai 12 bulan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×