Reporter: Diemas Kresna Duta | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) bakal mengajukan banding terkait putusan pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyoal kasus program bioremediasi. Ini dinyatakan setelah Direktur PT. Sumigita Jaya, Herland bin Ompo yang merupakan kontraktor bioremediasi CPI mendapatkan hukuman 6 tahun penjara dari Hakim Tipikor pada Selasa (7/5).
"Kami akan mengembalikan semuanya ke jalur hukum dan tetap mengupayakan pembelaan terhadap kolega kami yang tersangkut kasus bioremediasi," kata juru bicara CPI, Yanto Sianipar kepada wartawan, Rabu Sore (8/5).
Sekedar mengingatkan, ditahannya Herland bin Ompo merupakan buntut dari program bioremediasi fiktif yang merugikan Negara sekitar USD 6,99 juta. Herland terbukti bersalah karena perusahaannya, Sumigita dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi pengolah limbah lewat metode bioremediasi. Adapun hal ini bertentangan dengan ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi. Herland dinyatakan bersalah karena terbukti memperkaya diri dan perusahaannya.
Selain Herland, Direktur PT. Green Planet Indonesia (GPI), Ricksy Prematuri yang juga merupakan kontraktor menjadi pesakitan dalam kasus korupsi bioremediasi Chevron. Ricksy dijatuhi hukuman penjara 5 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta dengan subsider kurungan selama dua bulan. Dari kasus ini, GPI diwajibkan membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar USD 3,089 juta. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan setelah putusan belum dibayar, seluruh harta GPI akan disita untuk negara.
"Kami sudah mencermati putusan Hakim. Kami minta adanya keadilan dalam kasus ini," cetusnya.
Menanggapi hal itu, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelakasana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Johanes Widjanarko berharap kasus bioremediasi Chevron tidak mengganggu iklim investasi di sektor hulu migas. Ini lantaran Chevron merupakan produsen minyak terbesar di Indonesia. Jika terganggu, terang Wijanarko, negara berpontensi kehilangan pemasukan yang besar.
"Estimasi pemasukan negara selama satu hari dari produksi minyak sekitar Rp 1 triliun dimana Rp 400 miliar berasal dari sumbangan Chevron. Kami tidak ingin kasus ini mengganggu pemasukan negara," tegasnya.
Akibat kasus ini, Widjanarko bilang, dana cost recovery yang diajukan Chevron sebesar USD 9,9 juta beberapa waktu lalu belum dapat dicairkan. Ini dilakukan guna meminimalisir masalah yang timbul sebelum kasus bioremediasi selesai. Ia mengungkapkan, pihaknya pun mempredikasi produksi perusahaan minyak asal Amerika Serikat itu akan terganggu untuk sementara waktu.
"Kami belum dapat pastikan kapan produksi bisa optimal kembali dan cost recovery dapat dicairkan. Tunggu semuanya selesai dulu," pungkasnya.
Sebagai tambahan, Tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung (Kejagung) diketahui bakal mengajukan banding atas putusan hakum pengadilan Tipikor. Ini lantaran vonis yang dijatuhkan terkesan lebih ringan dari tuntutan yang dikenakan terhadap terdakwa. Sebelumnya, Jaksa menuntut Herland dengan kurungan penjara selama 15 tahun dan Ricksy selama 12 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News