Reporter: Irma Yani Nasution |
JAKARTA. Cadangan devisa Indonesia semakin tambun. Bahkan Bank Indonesia (BI) melaporkan sekarang cadangan devisa kita sudah menembus US$ 100 miliar.
Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, cadangan devisa yang terus meningkat, menambah kepercayaan bahwa Indonesia segera memasuki tren menuju investment grade.
Sebelumnya BI pernah memperkirakan cadangan devisa baru bisa menembus level US$ 100 miliar pada pertengahan tahun ini. "Setelah pada Januari ada tekanan pada sektor keuangan, terutama pada pasar modal dan pasar uang, kemarin cadangan devisa telah menembus US$ 100 miliar," kata Darmin, kemarin (2/3).
Pengamat ekonomi Aviliani memprediksi cadangan devisa bisa mencapai US$ 150 miliar tahun ini. "Dengan catatan koridor ekonomi berjalan, asumsi birokrasi baik. Tapi kalau dorongannya hanya dari pasar modal, itu hanya naik US$ 120 miliaran karena rawan terhadap gejolak yang muncul," ucapnya.
Tapi, ia menekankan, cadangan devisa RI yang terus naik tetap terbilang lambat dibandingkan negara-negara tetangga. Ia mencontohkan Cadangan devisa Singapura, telah mencapai US$ 150 miliar dan Malaysia mencapai US$ 120 miliar.
Ia menambahkan, potensi cadangan devisa sebenarnya mencapai US$ 200 miliar. "Karena kita menganut devisa bebas, hasil ekspor dan uang yang ada di luar tidak terhitung," ungkapnya. Ia pun berharap pemerintah memperbaiki Undang-Undang (UU) Devisa Bebas sehingga Indonesia bisa mengontrol devisa seperti Korea Selatan dan Thailand.
Positif bagi rupiah
Cadangan devisa Indonesia di awal tahun ini memang terus meningkat. Di akhir Desember 2010 cadangan devisa RI tercatat US$ 96,21 miliar , yang kemudian turun di Januari 2011 menjadi US$ 95,3 miliar. Pada pekan kedua Februari, cadangan devisa RI kembali naik ke US$ 97 miliar. Dan pada pekan ketiga Februari, angkanya sudah melesat ke US$ 98,5 miliar.
Kenaikan cadangan devisa ini berdampak positif terhadap rupiah. Nilai tukar rupiah akan makin menguat. Di satu sisi ini akan membuat impor murah, di sisi lain produk untuk ekspor jadi makin mahal.
Aviliani pun menghimbau, pencapaian cadangan devisa itu jangan diapresiasi berlebihan. Justru, kita harus tetap waspada. Sebab, pencapaian cadangan devisa itu bukan karena foreign direct investment (FDI) tapi lebih ditopang dana jangka pendek pada obligasi pemerintah, SBI, dan pasar modal.
Ia juga khawatir karena saat ini Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) belum siap. "Jadi kalau sewaktu-waktu mereka (investor) ada isusensitif, mereka akan lari dan kita akan drop sekali, terutama sektor perbankan,” ucapnya.
Jika ini terjadi, yang paling rentan adalah dana di Surat Utang Negara (SUN). "Karena ketika SUN itu dijual biasanya pemerintah tidak siap membeli kembali (buy back)," kata Aviliani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News