Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan current account deficit (CAD) atawa defisit transaksi berjalan triwulan II 2014 bakal menembus kisaran US$ 9 miliar.
Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, prediksi BI defisit sebesar US$ 9 miliar mencerminkan tekanan terhadap rupiah cukup besar. Hal ini pulalah yang kemudian menyebabkan rupiah sempat menembus level 12.000 per dollar Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu.
Adanya repatriasi aset beserta impor yang melonjak dan pembayaran utang membutuhkan valuta asing (valas) dollar dalam jumlah yang tidak sedikit. Ditambah saat ini menjelang Lebaran sehingga impor, terutama impor minyak, susah untuk turun.
Meskipun rupiah melemah dan suku bunga tinggi, perusahaan tetap melakukan impor karena merupakan kebutuhan usaha. Selain itu, adanya capital inflow atawa arus dana masuk ke investasi portofolio tanah air juga menjadi beban tersendiri. "Seiring tambahan pemilikan asing di obligasi atau saham, maka repatriasi makin besar," ujar Lana kepada KONTAN, Kamis (3/7).
Tingginya defisit transaksi berjalan pada triwulan II ini akan memberi pengaruh bagi pasar. Pasalnya, bila dibandingkan persentase terhadap PDB, nilainya hampir menembus 4%. Rupiah akan mengalami tekanan. Perkiraan Lana, rupiah akan tetap berada pada kisaran 11.700-11.800.
Di sisi lain, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa melihat upaya perbaikan ekspor harus dilakukan pemerintah. Salah satu hal yang menyebabkan defisit transaski berjalan tinggi adalah ekspor pertambangan mineral mentah olahan yang belum juga dilakukan. Sedangkan dari sisi domestik, kebutuhan masih kuat. Alhasil impor terus melonjak naik.
Menurutnya, desain yang paling mudah untuk meneruskan surplus neraca dagang adalah dengan mempermudah ekspor barang-barang dalam negeri.
"Pertambangan harus diselesaikan untuk didorong," tukasnya. Dalam hal ini, menurut Purbaya, BI tidak perlu untuk menaikkan kembali suku bunga karena akan semakin memperlambat ekonomi Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News