Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong penyusunan regulasi yang lebih kontekstual dan berbasis kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan. Menurut BRIN, pendekatan berbasis sains dan analisis risiko menjadi kunci untuk memastikan perlindungan masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan sektor tembakau nasional.
Peneliti BRIN, Bambang Prasetya, menjelaskan bahwa rokok elektronik merupakan bentuk inovasi dari produk tembakau yang berkembang mengikuti tren global untuk mengurangi paparan bahan berisiko yang dihasilkan dari proses pembakaran.
“Kalau kami lihat tren dunia, rokok elektronik ini termasuk inovasi karena tujuannya ingin menghindari bahan-bahan yang berpotensi menyebabkan risiko kesehatan,” ujar Bambang dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (11/11).
Berdasarkan studi berjudul “Evaluation of Laboratory Tests for E-Cigarettes in Indonesia Based on WHO's Nine Toxicants” yang dirilis oleh BRIN, ditemukan bahwa rokok elektronik memiliki kadar risiko yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional.
Penelitian ini menjadi temuan penting dalam memahami profil toksisitas produk tembakau inovatif di Indonesia. Hasil kajian tersebut diharapkan dapat menjadi referensi penting bagi pemerintah dalam menilai kembali pendekatan kebijakan terhadap produk tembakau alternatif, dengan mempertimbangkan tingkat risikonya secara objektif.
Lebih lanjut, Bambang menegaskan bahwa penelitian ini merupakan langkah awal dalam upaya memetakan ekosistem komoditas tembakau dan turunannya, termasuk produk inovatif seperti rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan. Selama ini, ekosistem tersebut dinilai masih belum terpetakan secara komprehensif, terutama dari sisi ilmiah yang dapat menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan publik.
“Selama ini kita belum memiliki landasan kajian yang cukup untuk menyusun naskah akademik atau kebijakan yang tepat. Karena itu kami hadir untuk mulai membangun fondasi pengetahuan tersebut,” jelasnya.
Bambang menilai, mekanisme pengaturan yang ideal harus mengedepankan asas keadilan dengan mempertimbangkan dua sisi, keamanan masyarakat dan keberlangsungan kehidupan sosial-ekonomi yang bergantung pada sektor tembakau. Ia juga menegaskan bahwa regulasi yang baik seharusnya disusun berdasarkan bukti ilmiah dan prinsip good regulatory practice yang berbasis risiko.
“Negara hadir untuk menjamin keselamatan masyarakat, tapi juga harus adil terhadap mereka yang hidup dari industri ini. Karena itu, kebijakan perlu ditopang kajian ilmiah, disusun dalam naskah akademik, lalu dikomunikasikan ke publik sebelum ditetapkan sebagai regulasi,” jelasnya.
Sementara itu, peneliti BRIN lainnya, Biatna Dulbert Tampubolon menekankan bahwa setiap rekomendasi kebijakan sebaiknya didasarkan pada data yang akurat dan sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia, sehingga diperlukan riset lokal yang komprehensif.
“Makanya sebenarnya kami di sini hadir juga untuk men-support, contohnya kebutuhan pembuatan kebijakan. Karena pembuatan kebijakan itu perlu data, sehingga kita bisa hadir untuk memfasilitasi pembuat kebijakan, untuk memberikan data yang akurat. Sehingga regulator dalam mengambil keputusan itu berdasarkan pada data yang kami siapkan, bukan pada data di tempat lain. Karena banyak di antara kita yang suka mengadopsi dari luar, padahal kondisi negara kita berbeda dengan kondisi negara lainnya,” ujarnya.
Selanjutnya: Fokus pada 3 Pilar, Simak Rencana Divestasi Wijaya Karya (WIKA) Hingga 2027
Menarik Dibaca: Ramalan Cinta Zodiak Tahun 2026, Ada yang Bertemu Cinta Sejati
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













