kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45936,50   8,15   0.88%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPS: Metode penghitungan data kemiskinan BPS dan Kemensos berbeda


Kamis, 06 Februari 2020 / 16:09 WIB
BPS: Metode penghitungan data kemiskinan BPS dan Kemensos berbeda


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistk (BPS) menyatakan, adanya perbedaan data tingkat kemiskinan antara BPS dan Kementerian Sosial (Kemensos) disebabkan oleh menggunaan metode penghitungan yang berbeda.

"Sesungguhnya BPS itu konsepnya adalah data makro yang pendekatannya adalah basic needs approach, sementara teman-teman Kemensos menggunakan data mikro, ini ruangnya berbeda," ujar M. Habibullah selaku Deputi Bidang Statistik Produksi BPS di Gedung DPR RI, Kamis (6/2).

Baca Juga: Kuartal I-2020, optimisme konsumen diproyeksi melemah

Apabila melihat dari pendekatan makro, maka kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan makanan dan bukan makanan.

Garis kemiskinan makanan adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang setara 2100 kkal perkapita per hari.

Jadi, apabila seseorang mengonsumsi lebih dari 2100 kkal per kapita, maka pada posisi garis kemiskinan makanan, anggota keluarga tersebut tidak dianggap miskin.

Sementara itu, garis kemiskinan bukan makanan adalah nilai minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok bukan makanan lainnya.

Baca Juga: Sri Mulyani bilang bapak-bapak ciptakan ketidakpastian global, kenapa?

Secara khusus, metode ini sendiri telah digunakan oleh BPS sejak tahun 1988, untuk menjaga hasil penghitungan yang konsisten dari waktu ke waktu.

Sejalan dengan hal tersebut, Habibullah mengatakan pihaknya mendapatkan imbauan dari panitia kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI, untuk melakukan sinergisitas bersama dengan Kemensos dengan harapan nantinya data ini akan menjadi sama.

"Sinergisitas yang dibentuk adalah dengan melakukan diskusi dalam bentuk tim kelompok kerja (Pokja), harapannya masukan BPS ini jadi perbaikan terhadap metodologi maupun variabel yang akan menghasilkan penentuan hasil data," kata Habibullah.

Baca Juga: Penduduk miskin turun, Kemensos pastikan jumlah penerima bansos tahun ini tetap

Meskipun begitu, Habibullah menekankan nantinya tidak akan ada persamaan penggunaan metodologi penghitungan data. Pasalnya, kebutuhannya pun jauh berbeda.

Apabila makro digunakan untuk memotret dan mengevaluasi terhadap program, sementara mikro digunakan untuk mengintervensi program yang bersifat individu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×