Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja (MPPKP) Tahun 2023 kepada Kemenko Perekonomian pada Kamis (3/10).
Pemeriksaan ini tidak memberikan opini, melainkan menjadi pertimbangan perumusan opini atas LK BUN tahun 2023.
BPK telah menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas LK BUN tahun 2023 yang memuat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Opini WTP juga diberikan oleh BPK terhadap LK BUN tahun 2020 hingga 2022 dimana Program Kartu Prakerja ada didalamnya.
Anggota II BPK Daniel Lumban Tobing menyampaikan, BPK menemukan 54.856 NIK penerima Kartu Prakerja Tahun 2023 ada di database Education Management Information System (EMIS) Kementerian Agama November 2023.
Artinya, 54.856 peserta program kartu prakerja tidak memenuhi persyaratan sebagai penerima karena sedang menempuh pendidikan formal.
Baca Juga: Tunjangan Kinerja Kemenko Perekonomian, BUMN, Kemenhub akan Naik Jadi 100% di 2025
Selain itu, BPK juga menemukan permasalahan pengendalian kehadiran peserta kelas pelatihan daring kurang memadai.
"Sehingga mengakibatkan realisasi belanja lain-lain program kartu prakerja tahun 2023 tidak layak dibayarkan minimal sebesar Rp10,46 miliar" ujar Daniel dikutip dari keterangannya, Kamis (10/10).
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Ketua Komite Cipta Kerja agar memerintahkan Direktur Eksekutif MPPKP untuk berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait yang berkaitan dengan integrasi sistem melalui penyelarasan Application Programming Interface (API).
Hal ini untuk pemutahiran data blacklist, serta melakukan review dan upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan efektivitas pemantauan dan evaluasi program kartu prakerja.
Merespon rekomendasi BPK, Direktur Eksekutif MPPKP Denni Puspa Purbasari mengatakan akan berkoordinasi dengan Kemendikbud dan Kemenag untuk dapat menyediakan API.
Sehingga bisa melakukan pengecekan NIK pendaftar apakah statusnya tercatat aktif sebagai mahasiswa.
“Prakerja pasti menindaklanjuti semua temuan BPK,” ujar Denni dalam keterangan pers, Kamis (10/10).
MPPKP telah mengambil tindakan tegas terhadap lembaga pelatihan dan penerima Kartu Prakerja yang terbukti melanggar ketentuan.
Diantaranya mensuspensi pelatihan, mencabut SK Penetapan Lembaga Pelatihan, meminta pengembalian dana dari Lembaga Pelatihan, dan menarik dana bantuan dari penerima untuk direalokasikan bagi pendaftar yang belum memperoleh manfaat.
MPPKP juga bekerja sama dengan Aparat Penegak Hukum baik Kejaksaan Agung maupun Kepolisian Republik Indonesia sebagai bagian dari Komite Cipta Kerja untuk menjaga tata kelola Program Kartu Prakerja.
Lebih lanjut Denni menjelaskan, sejak tahun 2020, MPPKP menggunakan data dari Dapodik dan PD Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan guna mengecualikan siswa dan mahasiswa aktif sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020.
Data ini telah mencakup siswa dan mahasiswa dari lembaga-lembaga pendidikan di bawah pembinaan Kementerian Agama.
Terkait pengendalian kehadiran peserta kelas daring (webinar) yang kurang memadai, MPPKP telah mengikuti rekomendasi BPK untuk melakukan reviu dan upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan efektivitas pemantauan dan evaluasi.
Semula kehadiran peserta berupa pencocokan redemption code dan pengenalan wajah penerima dengan liveness di awal pelatihan.
Saat ini, di setiap sesi pertemuan ditambah pengecekan lebih mendalam secara sampling mulai tahun 2024.
Seperti diketahui, selama tahun 2020-2024 Prakerja telah memberikan manfaat kepada 18,9 juta penerima dari 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Pendidikan peserta Kartu Prakerja mayoritas adalah SMA keatas, gender 51% perempuan, dan asal mayoritas daerah pedesaan.
Usia dari peserta program Kartu Prakerja mayoritas 18-35 tahun atau bisa dibilang tergolong gen Z dan milenial.
Baca Juga: Tunjangan Kinerja Tiga Kementerian Ini akan Naik Jadi 100% pada Tahun 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News