kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BPH Migas akan Mengendalikan Volume BBM Bersubsidi


Rabu, 24 September 2008 / 22:13 WIB
BPH Migas akan Mengendalikan Volume BBM Bersubsidi
ILUSTRASI. Nasabah bertransaksi di Bank BNI Jakarta, Senin (27/1). Bank Indonesia memproyeksi kredit perbankan akan tumbuh di angka 105 hingga 12% pada tahun 2020. Proyeksi tersebut meningkat dari realisasi pertumbuhan kredit perbankan 2019 yang mencapai 6,08%./pho


Reporter: Rella Shaliha | Editor: Test Test

JAKARTA. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan mengendalikan volume penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Untuk itu, mereka segera mengeluarkan regulasi untuk sektor transportasi, pertambangan, perkebunan, industri, dan pelayanan umum komersial.

Anggota Komite BPH Migas, Ibrahim Hasyim, mengatakan salah satu sektor yang akan dibatasi adalah transportasi laut. Terutama kapal tanker yang membawa minyak. BPH Migas akan membuat formula yang bisa merumuskan jarak dan bahan bakar yang digunakan sebuah kapal.

BPH Migas akan menjatah BBM bersubsidi untuk kapal tanker sebesar 8.000 liter per bulan. "Jika lebih, perusahaan angkutan laut itu wajib membeli BBM industri," kata Ibrahim, Rabu (24/9).

Tahun ini, konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan melebihi kuota dari 35,5 juta kiloliter (KL) menjadi sekitar 40 juta KL. Ibrahim menyebut penyebab peningkatan ini adalah banyaknya kendaraan pengangkut industri tambang, kayu, atau perkebunan yang seharusnya memakai BBM industri malah menggunakan BBM bersubsidi. Ibrahim mencontohkan penggunaan minyak tanah subsidi berlebih untuk bahan bakar kapal nelayan dan bahan bakar mesin pertanian.

Untuk itu, BPH Migas merasa perlu merinci lebih lanjut lampiran Peraturan Presiden (Perpres) No 55 dan Perpres No 9 Tahun 2006 tentang penggunaan BBM bersubsidi. Sektor yang berhak mendapatkan subsidi adalah sektor usaha kecil, rumah tangga dan usaha mikro. Nah, aturan ini nantinya akan mengatur sektor-sektor yang tidak termasuk dalam komponen golongan industri usaha kecil yang diatur dalam Perpres tersebut tapi selama ini menggunakan BBM bersubsidi yang dibeli dari Pertamina.

Sektor lain yang juga menjadi objek pembatasan adalah sektor perkebunan, misalnya usaha pengolahan tembakau yang selama ini menguras BBM bersubsidi secara berlebih, kemudian jenis pelayanan umum yang sudah komersial seperti restoran mewah atau rumah sakit, khususnya rumah sakit internasional yang sering kali berlebihan dalam pemakaian bahan bakar.

Tadinya, jenis pelayanan tadi bisa menggunakan BBM subsidi. Namun, seiring pemakaian yang berlebihan, BPH Migas melihat perlunya ada pembatasan, "Nantinya sektor yang abu-abu begini, atau yang tidak diatur dalam Perpres, kami minta beli BBM industri," kata anggota BPH Migas Eri Purnomo Adi.

Dalam pelaksanaannya nanti, ada petunjuk dari Departemen Perhubungan yang akan menetapkan kriteria-kriteria bagaimana perhitungan pembayaran industri-industri tersebut, "Tugas BPH Migas hanya mengatur agar Pertamina juga tidak bersikap tidak konsisten lagi di lapangan dengan menjual BBM subsidi ke industri besar tersebut, " tambah Eri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×