Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Dengan pemberlakuan opsi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000, diperkirakan akan terjadi inflasi sebesar 2,75%. Perkiraan tersebut didasarkan pada perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Karena itu, inflasi riil akan dirasakan secara signifikan oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah di bawah Rp 486.000 per orang per bulan.
Karena itu, wacana kenaikan bantuan langsung tunai (BLT) dari Rp 100.000 menjadi Rp 150.000 per keluarga per bulan selama sembilan bulan, kepada 70 juta jiwa, dipastikan tidak akan banyak menolong. Keterangan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Ahmad Muzani, di gedung DPR, Jakarta, pada Senin (5/3).
Menurut Muzani, akan ada sekitar 65 juta jiwa lagi yang belum bisa tertutupi kebutuhan hidupnya karena semakin hari semakin tercekik oleh kenaikan harga bahan pokok akibat inflasi ini. "Biaya transportasi langsung naik 30% dan biaya makanan juga naik 15%. Semua sektor akan langsung naik, dan kondisi ini mencekik kelompok masyarakat berpenghasilan rendah," jelasnya.
Disparitas pendapatan yang tinggi, lanjut Muzani, untuk jumlah penduduk dengan kemampuan belanja di bawah Rp 486.000 per orang per bulan, mencapai 135 juta jiwa. Karena itu, dampak kenaikan harga BBM ini, berpotensi mengakibatkan inflasi yang tinggi bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
BLT sendiri, lanjut Muzani, tidak bisa dipastikan berjalan secara maksimal. Karena itu, menurut Muzani, subsidi BBM merupakan hak rakyat Indonesia. "Subsidi BBM merupakan suatu kebutuhan dan keharusan sebagai upaya negara untuk menyejahterakan rakyatnya," imbuh Muzani.
Selain itu Muzani membeberkan angka subsidi BBM yang pantas dan berkeadilan. Pasalnya, jika dicermati secara saksama, maka ada hal yang sangat ironis dalam pengalokasian dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Menurut Muzani, belanja birokrasi semakin tahun semakin membengkak.
Bahkan dalam kurun waktu tujuh tahun, sejak 2005 sampai dengan 2012, terjadi kenaikan belanja birokrasi hingga 400%. Besarannya adalah dari Rp 187 triliun pada tahun 2005, dan menjadi Rp 733 triliun pada tahun 2012 ini. "Sebuah angka yang sangat fantastis dan mencengangkan, sekaligus tidak pernah dipublikasikan kepada rakyat. Dan menjadi semakin tercengang bila ditilik jumlah aparat birokrasi Indonesia yang hanya sebanyak 4,6 juta jiwa. Artinya, setiap satu orang aparat birokrasi mendapat jatah belanja sebesar Rp 150 juta per tahun dari APBN," pungkas Muzani.
Padahal, nilai subsidi BBM yang dialokasikan dalam APBN, dari tahun 2005 sampai dengan 2012 hanya baik sebesar 29%. Pada tahun 2005, alokasi APBN untuk subsidi BBM adalah sebesar Rp 95,6 triliun dan naik menjadi Rp 123,6 triliun untuk tahun 2012.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News