Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Sebelumnya, Partner Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji menyatakan, kebijakan simplifikasi atau penyederhanaan struktur tarif cukai rokok merupakan kebijakan yang seimbang untuk mencapai tujuan kesehatan, mengoptimalkan penerimaan negara, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan memperketat pengawasan cukai tembakau.
Hasil kajian DDTC tentang kebijakan CHT ini merekomendasikan urgensi simplifikasi sebagai salah satu kebijakan berimbang, yang dapat menjawab tumpang tindih tujuan kebijakan cukai yang saat ini terjadi.
Pernyataan dan hasil kajian DDTC ini juga sekaligus menjawab argumentasi yang selama ini menggambarkan simplifikasi sebagai aturan yang timpang terhadap industri karena disebut akan mengakibatkan kematian industri kecil dan terjadinya oligopoli.
Baca Juga: Benarkah simplifikasi cukai tembakau picu oligopoli? Ini kata DDTC
Bawono menjelaskan karut marutnya kebijakan CHT saat ini kerap menimbulkan polemik dan bersifat dilematis. Tujuan pengendalian tembakau tidak efektif karena kompleksnya struktur tarif cukai yang mengakibatkan adanya pergeseran tarif cukai dari tier atas ke bawahnya ketika terjadi peningkatan harga.
“Jadi inilah yang sebenarnya cukup penting untuk dilakukan simplifikasi karena pemerintah jadi lebih bisa mengendalikan konsumsi,” tegasnya.
Disampaikan Bawono, saat ini Indonesia perlu mengedepankan aspek kesehatan karena berada pada krisis kesehatan. Dia menduga di kemudian hari akan ada perhatian lebih banyak pada kesehatan, dan kebijakan fiskal dapat mendorong kesehatan masyarakat menuju ke arah yang lebih baik. Hal ini juga sejalan dengan visi Jokowi untuk menciptakan SDM yang unggul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News