Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggaran subsidi energi membengkak gara-gara harga minyak dunia melambung. Pemerintah memperbesar anggaran subsidi energi karena menahan kenaikan harga energi agar inflasi tak melonjak tinggi.
Pasalnya, saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dijadikan shock absorber untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya beli dan tingkat kemiskinan, serta menjaga momentum pemulihan ekonomi. Namun konsekuensinya adalah membengkaknya kebutuhan subsidi energi meski kemampuan APBN terbatas.
Sebaliknya, apabila pemerintah melepas subsidi energi juga akan memberikan konsekuensi pada peningkatan inflasi dan berdampak pada masyarakat rentan dan miskin. Belum lagi terkait masalah subsidi yang tidak tepat sasaran.
Baca Juga: Lagi, IMF Sunat Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5,3%
Peneliti Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Yuventus Effendi mengatakan, saat ini subsidi energi dan listrik yang diberikan pemerintah tidak sepenuhnya tepat sasaran dan belum melindungi rumah tangga miskin dan rentan.
Ia menjelaskan, dalam dua tahun terakhir ini, pemberian subsidi energi cenderung mengalami peningkatan. Bahkan di tahun ini, pemerintah sendiri sudah memperhitungkan akan menggelontorkan subsidi energi lebih dari Rp 400 triliun.
"Ini tentunya bukan sesuatu hal yang bagus, karena subsidi energi itu sendiri tidak tepat penerimanya," ujar Yuventus dalam acara Diskusi Publik Indef 2022 : Krisis Energi dan Dampaknya Bagi Perekonomian Nasional," Kamis (28/7).
Yuventus mengungkapkan, ada sekitar 81% rumah tangga penerima subsidi listrik, namun angka tersebut menurutnya lebih dinikmati oleh masyarakat golongan kaya sehingga dinilai tidak tepat sasaran.
"Jika kita lihat bahwa penerima manfaat subsidi energi dan listrik memang sebagian besar rumah tangga (81%), tapi rumah tangga yang mana? Rumah tangga miskin atau rumah tangga kaya?," katanya.
Selain itu, pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM) melalui pertalite juga lebih cenderung dinikmati oleh orang-orang kaya dibandingkan orang golongan miskin. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih banyak masalah terkait subsidi energi yang belum tepat sasaran dan belum melindungi rumah tangga yang miskin.
Oleh karena itu, Yuventus mengatakan, langkah yang segera diambil oleh pemerintah adalah melakukan reformasi subsidi. Walaupun proporsi subsidi energi relatif rendah apabila dibandingkan dengan total produk domestik bruto (PDB), reformasi subsidi energi sangat penting untuk dilakukan.
Selain untuk membuat subsidi energi tepat sasaran, di waktu normal, subsidi energi dapat direalokasikan ke pengeluaran yang lebih produktif.
Baca Juga: Belanja Pemerintah Lebih Tinggi, Ekonom Proyeksikan APBN akan Defisit di Semester II
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News