Reporter: Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah akan mengumumkan hasil evaluasi harga bahan bakar minyak (BBM) pada 1 Oktober 2015 mendatang. Meski harga minyak mentah dunia saat ini yang turun drastis, pemerintah tampak masih enggan untuk menurunkan harga BBM.
Direktur Jenderal (Dirjen) Migas I Gede Ngurah Wiratmaja Puja bilang, pihaknya telah memberikan data-data ke Menteri ESDM sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan penurunan harga BBM. Dia bilang, selama September 2015 ini, harga minyak dunia turun 18% dibanding kan bulan Agustus 2015.
Sejalan dengan penurunan itu, rata-rata Harga Indeks Pasar (HIP) atau MOPS (Mean of Plats Singapore) untuk solar turun 18% selama periode tersebut. Sementara MOPS premium turun 8%. Lalu apakah BBM akan diturunkan, "Saya belum bisa bilang. Masih dibahas di kementerian," kata Wiratmaja di Komplek DPR Jakarta, Senin (28/9).
Menurutnya, saat ini MOPS premium masih berada di kisaran U$ 60 per barel. Dalam penentuan harga BBM, Pertamina memakai perhitungan MOPS satu bulan. Hal tersebut tercantum dalam Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2015. Isinya, pemerintah melakukan evaluasi harga BBM yang didasarkan pada perkembangan harga patokan HIP/MOPS dengan periode satu bulan, tiga bulan, empat bulan, dan enam bulan.
Cara ini diklaim demi kestabilan sosial ekonomi, mengelola harga dan logistik, dan menjamin ketersediaan BBM. Wiratmaja menambahkan, pemerintah juga masih menimbang efek keputusan harga BBM nanti. Walau begitu dia mengakui, pemerintah sebenarnya ingin harga BBM turun demi meningkatkan daya beli masyarakat. Ini yang akan menjadi pertimbangan dalam tiga hingga enam bulan ke depan.
"Selain saving, kestabilan ekonomi juga jadi pertimbangan. Kalau harganya fluktuatif, akan ada inflasi dan sebagainya," tambah dia.
Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution bilang, turunnya harga minyak dunia membuat subsidi terhadap solar turun, tetapi menurunkan pendapatan negara dari ekspor migas. Apalagi penentuan harga BBM melihat faktor kurs rupiah dan produksi di dalam negeri. "Proses (evaluasi) sedang berjalan," ujar Darmin, Senin (28/9).
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan melihat, pemerintah belum akan menurunkan harga BBM pada awal Oktober mendatang. Sebab harga MOPS masih tinggi, ditambah nilai tukar rupiah yang terus melemah di atas Rp 14.000 per dollar AS.
Penurunan harga BBM akan dipertimbangkan jika MOPS berada pada level US$ 55 per barel dengan kurs rupiah Rp 14.000 per dollar AS saat ini. "Mudah-mudahan bulan depan harga BBM bisa turun asal tidak ada gejolak kurs yang lebih tajam," katanya.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro juga berpendapat yang sama. Dia yakin pemerintah masih akan tetap mempertahankan harga BBM seperti saat ini. Keputusan itu untuk menutupi kekeliruan kebijakan sebelumnya yang tidak menaikkan harga BBM saat harga minyak mentah dunia sempat naik.
Kebijakan itu menurut Komaidi, telah menyebabkan Pertamina kehilangan keuntungan US$ 1 miliar atau Rp 12 triliun. "Kalau kerugian Pertamina belum selesai, tidak akan ada penurunan harga BBM. Sebab dalam undang-undang disebutkan Pertamina tidak boleh mengalami rugi," ungkapnya.
Komaidi berharap, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan baru lain di tengah pelemahan ekonomi yang terjadi saat ini. Misalnya kembali memberi subsidi premium. Dengan subsidi tersebut, harga premium dapat diturunkan sehingga bisa mendorong daya beli masyarakat. "Jangan mengorbankan daya beli masyarakat," katanya.
Tetapi jika premium disubsidi lagi, anggaran pemerintah akan terpengaruh. Padahal saat ini, bujet pemerintah tahun ini sedang sulit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News