Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada tahun ini bisa di bawah 3% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB).
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengungkapkan, hal ini dikarenakan terjadinya percepatan penurunan CAD.
Agus juga memperkirakan, CAD Indonesia pada 2015 bisa menembus level di bawah 2% terhadap PDB pada 2015 mendatang. Percepatan penurunan CAD ini dikarenakan neraca perdagangan mengalami surplus akhir tahun lalu.
Agus optimis defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal IV-2013 diperkirakan berada pada level di bawah 2% bawah. Besaran defisit ini jauh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yakni di bawah 3%.
Dengan begitu, secara tahunan, besaran CAD bisa berada di bawah 3,3% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional atau growth domestic product (GDP).
"Kuartal IV-2013, posisi CAD menunjukkan kondisi yang lebih baik. Tadinya diperkirakan berkisar di atas 2%, mungkin sekarang bisa dikisaran 2% bahkan di bawah 2%," ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Jumat (7/2).
Perkembangan kinerja ekonomi selama tiga bulan terakhir menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Dimana, neraca perdagangan bulan Desember 2013 yang mengalami surplus cukup tinggi sebesar US$ 1,52 miliar.
Sesuai data Badan Pusat Statistik, surplus perdagangan mencapai US$ 1,52 miliar. Angka itu di atas proyeksi BI yang hanya sebesar US$ 800 juta. Saat itu, bank sentral mempertimbangkan tekanan impor yang selalu meningkat di penghujung tahun.
Meski terjadi perbaikan indikator ekonomi nasional, Agus mengaku masih mencermati pergerakan pasar keuangan di dalam negeri. Sebab, aksi pembalikan arus modal masih terjadi.
Pelaku pasar masih melakukan risk on dan risk off di pasar keuangan negara-negara berkembang atau emerging termasuk Indonesia.
Hal ini terjadi karena penerapan kebijakan pengurangan stimulus ekonomi atau tapering off oleh bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve.
Stimulus dikurangi secara berkala karena didorong perbaikan ekonomi negara tersebut. Perbaikan ekonomi itu juga berpotensi terjadinya kenaikan suku bunga di AS.
Di samping itu, sejumlah negara-negara berkembang justru mengalami pemburukan ekonomi seperti Turki dan Argentina. "Ada kondisi yang perlu kita perhatikan yaitu yang di dunia dikenal sekarang risk on dan risk off. ini yang perlu selalu diantisipasi," ucapnya.
Namun Agus yakin stabilitas sistem keuangan di tanah air akan tetap terjaga. "Yang kami perhatikan adalah upaya pendalaman pasar supaya bisa lebih dalam dan lebih luas pasarnya. Ini yang kami harapkan akan membuat selain indikator-indikator yang ada, cadangan devisa juga tetap bisa terkelola dengan baik," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News