kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BI Pandang Keterbukaan Normalisasi Kebijakan akan Kurangi Dampak ke Negara Berkembang


Kamis, 17 Februari 2022 / 11:37 WIB
BI Pandang Keterbukaan Normalisasi Kebijakan akan Kurangi Dampak ke Negara Berkembang
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat pertemuan tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral atau Finance and Central Bank Deputies Meeting (FCBD) negara-negara G20 di Jakarta, Rabu (16/2/2022).


Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa negara maju sudah menunjukkan progres pemulihan ekonomi yang lebih cepat. Seiring dengan hal itu, rencana normalisasi kebijakan mereka pun sudah mulai dilakukan.

Normalisasi kebijakan ini kemudian akan membawa dampak kepada negara-negara berkembang. Yang jadi kekhawatiran, banyak negara-negara berkembang yang masih berjuang untuk proses pemulihan ekonominya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, dalam presidensi G20 Indonesia pada tahun ini, ada penekanan keterbukaan normalisasi kebijakan sehingga bisa meminimalisir dampaknya kepada negara berkembang.

“Normalisasi kebijakan, khususnya negara maju dilakukan dengan kalibrasi yang tepat, direncanakan dengan baik, dan dikomunikasikan dengan baik,” ujar Perry, Kamis (17/2) dalam Seminar on Strategic Issues in G20: Exit Strategy & Scarring Effect.

Perry mengambil contoh, bank sentral negara adidaya Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) kini sudah melakukan normalisasi kebijakan moneter dan bahkan berencana menaikkan suku bunga pada akhir kuartal I-2022.

Baca Juga: OJK Peringatkan Influencer Soal Binari Option

Memang, tapering yang dilakukan The Fed ini membuat adanya arus modal asing keluar dari negara berkembang sehingga mempengaruhi level nilai tukar.

Bahkan di Indonesia sendiri, ada peningkatan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) seiring dengan peningkatan yield obligasi AS atau US Treasury.

Namun, Perry menilai selama ini The Fed cukup terbuka akan arah kebijakannya. Sehingga, efek tapering dan rencana kenaikan suku bunga The Fed ini tidak terlalu besar kepada negara berkembang termasuk Indonesia.

“Untuk itu, komunikasi yang jelas ini perlu dilakukan agar proses normalisasi berjalan dengan baik, mendukung negara maju maupun berkembang pulih secara baik dan bersama,” tandas Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×