Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa negara maju sudah menunjukkan progres pemulihan ekonomi yang lebih cepat. Seiring dengan hal itu, rencana normalisasi kebijakan mereka pun sudah mulai dilakukan.
Normalisasi kebijakan ini kemudian akan membawa dampak kepada negara-negara berkembang. Yang jadi kekhawatiran, banyak negara-negara berkembang yang masih berjuang untuk proses pemulihan ekonominya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, dalam presidensi G20 Indonesia pada tahun ini, ada penekanan keterbukaan normalisasi kebijakan sehingga bisa meminimalisir dampaknya kepada negara berkembang.
“Normalisasi kebijakan, khususnya negara maju dilakukan dengan kalibrasi yang tepat, direncanakan dengan baik, dan dikomunikasikan dengan baik,” ujar Perry, Kamis (17/2) dalam Seminar on Strategic Issues in G20: Exit Strategy & Scarring Effect.
Perry mengambil contoh, bank sentral negara adidaya Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) kini sudah melakukan normalisasi kebijakan moneter dan bahkan berencana menaikkan suku bunga pada akhir kuartal I-2022.
Baca Juga: OJK Peringatkan Influencer Soal Binari Option
Memang, tapering yang dilakukan The Fed ini membuat adanya arus modal asing keluar dari negara berkembang sehingga mempengaruhi level nilai tukar.
Bahkan di Indonesia sendiri, ada peningkatan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) seiring dengan peningkatan yield obligasi AS atau US Treasury.
Namun, Perry menilai selama ini The Fed cukup terbuka akan arah kebijakannya. Sehingga, efek tapering dan rencana kenaikan suku bunga The Fed ini tidak terlalu besar kepada negara berkembang termasuk Indonesia.
“Untuk itu, komunikasi yang jelas ini perlu dilakukan agar proses normalisasi berjalan dengan baik, mendukung negara maju maupun berkembang pulih secara baik dan bersama,” tandas Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News