Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) optimistis kondisi perekonomian Indonesia akan lebih baik. Mulai tahun ini, bank sentral menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2% dan dalam lima tahun ke depan bisa mencapai 6%.
Pada tahun ini, pertumbuhan konsumsi rumah tangga karena pemilu turut menopang pertumbuhan ekonomi di semester pertama. "Ini optimisme pertama, pertumbuhan ekonomi akan terus naik," jelas Gubernur BI Perry Warjiyo saat memberi paparan di acara memperingati hari jadi RSM Indonesia d Hotel Dharmawangsa, Senin (4/3).
Dalam lima tahun ke depan, BI bahkan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi mencapai 6%. Pertumbuhan tersebut dapat terakselerasi dalam kondisi pertumbuhan infrastruktur yang cepat, serta peningkatan efisiensi distribusi dan logistik.
"We will be moving forward karena dampak infrastrutur dn kebijakan investasi yang dilakukan selama hampir lima tahun ini," jelas Perry.
Kendati demikian, pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi cepat di tahun depan atau pada 2020. Sebab kondisi global masih tidak menentu. Sesuai penglihatan BI, ekonomi dunia saat ini melambat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi secara spasial, khusunya di luar Pulau Jawa masih sangat bergantung pada ekspor komoditas. "Pertumbuhan ekonomi akan turun saat harga komoditas turun," jelasnya.
Sehingga, untuk pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa sangat bergantung pada kemampuan relokasi industri.
BI juga merinci pertumbuhan investasi tahun lalu mencapai 6,7% dengan investasi konstruksi di atas 8%. Apabila komponen investasi dan konsumsi (5,05%) dijumlahkan, maka pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,5%.
Namun, tahun lalu hanya tumbuh 5,17% karena ekspor hanya berada di 6,5%. Sedangkan impor masih tumbuh tinggi 12,04%. Di saat investasi tinggi, maka impor juga tumbuh tinggi.
"Kita selalu terlena dengan ekspor barang mentah dan lupa memproduksi dalam negeri," jelas dia.
Sehingga perlu upaya peningkatan produksi dalam yang memberi nilai tambah, sehingga saat investasi naik maka impor tidak. Sebab, impor bahan baku dan barang modal bisa dikurangi dengan memenuhi kebutuhan dari hasil olahan dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News