kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   4.000   0,28%
  • USD/IDR 15.405   0,00   0,00%
  • IDX 7.812   13,98   0,18%
  • KOMPAS100 1.184   -0,59   -0,05%
  • LQ45 959   0,88   0,09%
  • ISSI 227   0,13   0,06%
  • IDX30 489   0,88   0,18%
  • IDXHIDIV20 590   1,24   0,21%
  • IDX80 134   -0,05   -0,04%
  • IDXV30 139   -1,25   -0,90%
  • IDXQ30 163   0,24   0,15%

BI Optimistis Banjir Inflow, Tetapi Ada Risiko Politik AS


Senin, 22 Juli 2024 / 13:55 WIB
BI Optimistis Banjir Inflow, Tetapi Ada Risiko Politik AS
ILUSTRASI. Petugas memeriksa tumpukan uang di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Jumat (29/7). Bank Indonesia mencatat dana asing yang masuk ke dalam negeri atau 'capital inflow' hingga 25 Juli 2016 telah mencapai Rp128 triliun sebagai respons atas pemberlakuan program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/kye/16.


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.ID-SUMBA. Bank Indonesia (BI) optimistis, dana asing akan masuk ke pasar keuangan emerging market, termasuk Indonesia, pasca era tingginya suku bunga global berakhir. Hal ini akan memperkuat nilai tukar rupiah.

Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso mengatakan, pasar meyakini bahwa level Fed Fund Rate sebesar 5,25% saat ini, menjadi puncak tertinggi suku bunga acuan Bank Sentral Amerika (AS) tersebut. Ada peluang, The Fed memangkas suku bunganya dua kali pada tahun ini, yakni pada September 2024 dan pada kuartal IV-2024.

Pasca penurunan tersebut, bank sentral negara-negara maju diperkirakan juga ikut memangkas suku bunga acuannya. Bank Sentral Eropa telah memulai pemangkasan bunga acuannya terlebih dahulu, yakni pada Juni 2024 lalu, sebanyak 25 basis poin (bps).

Denny mengatakan, akan ada banyak sentimen risk on pada periode tersebut sehingga capital inflow akan mengalir deras ke pasar keuangan emerging market. Termasuk ke Indonesia.

Baca Juga: Aliran Modal Asing Pekan Ketiga Juli Tembus Rp 690 Miliar

"Dengan bacaan seperti ini, saya melihat potensi rupiah untuk menguat, sangat terbuka. Kami tidak bicara level, karena level itu sangat sulit," kata Denny, Senin (22/7).

Apalagi, fundamental ekonomi Indonesia saat ini cukup kuat. Ekonomi masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 5,11% year on year (yoy) pada kuartal I-2024. Juga, inflasi yang terjaga rendah di level 2,51% yoy pada Juni 2024.

"Negara-negara yang tidak punya fundamental ekonomi sebagus Indonesia, belum tentu berpotensi mendapat inflow yang banyak. Karena Indonesia punya fundamental yang bagus, ini modal yang sangat bagus melihat masa depan yang lebih cerah," tambah Denny.

Meski demikian, masih ada risiko yang bisa menghambat potensi tersebut. Salah satunya, kondisi politik di Negeri Paman Sam.

Seperti diketahui, Amerika Serikat akan menggelar pemilihan presiden (Pilpres) pada awal November mendatang. Mantan Presiden AS Donald Trump terkena tembakan peluru di bagian telinga saat calon presiden dari Partai Republik tersebut berkampanye di Pennsylvania pada Sabtu (13/7).

Kabar terbaru, Presiden Joe Biden pada Minggu (21/7) mengumumkan bahwa dirinya akan mundur dari pencalonan Presiden AS dan mendukung Wakil Presiden Kamala Harris untuk menggantikannya sebagai calon Presiden AS dari Partai Demokrat.

Baca Juga: Cadangan Devisa India Mencapai Rekor Tertinggi
Kondisi ini, direspon oleh pasar. Nilai tukar rupiah dibuka pada posisi Rp 16.191 per dolar AS pada Senin (22/7), melemah 36 poin atau -0,22% dari perdagangan sebelumnya.

Bahkan, muncul spekulasi bahwa potensi kemenangan Trump kali ini bisa mengulang kondisi yang terjadi pada saat kemenangannya pada November 2016 lalu. Saat itu, Indeks dolar naik signifikan dari level 98 ke 101 yang menyebabkan mata uang negara lain bergerak melemah.

Meski demikian, Denny optimistis kondisi tersebut tak terulang. Sebab saat itu, pasar meyakini Trump kalah. Sementara saat ini, pasar telah meyakini Trump akan memenangkan Pilpres tahun ini.

Sehingga, "Sebagian (pelaku pasar) meyakini bahwa dampak pasar keuangan akan lebih banyak ditentukan kebijakan The Fed ketimbang terpilihnya Trump," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×