Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Meningkatnya dana yang masuk melalui kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) ternyata tak cukup ampuh memperkuat otot rupiah. Buktinya, rupiah mengalami pelemahan yang konsisten sejak Bank Sentral Amerika Serikat (AS) membuka peluang kenaikan suku bunga dalam waktu dekat.
Berdasarkan referensi kurs tengah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), pelemahan rupiah terjadi sejak 18 Agustus 2016, yakni di level Rp 13.114 per dollar AS, melemah dari dua hari sebelumnya Rp 13.098 per dollar AS.
Pelemahan ini terjadi setelah Presiden Federak Reserve Bank of New York William Dudley memperingatkan investor agar tidak meremehkan kenaikan suku bunga The Fed dalam waktu dekat.
Ia membuka peluang kenaikan suku bunga di September dan Desember nanti. Sejak saat itu, pelemahan kurs rupiah berlanjut. Per 24 Agustus kemarin, kurs rupiah ada di Rp 13.252 per dollar AS.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, saat ini jumlah aliran valas yang masuk ke Indonesia masih cukup banyak. Investasi portofolio masih menujukkan arus modal masuk (inflow) lantaran investor masih melihat perbaikan pertumbuhan ekonomi dan juga aliran dana dari kebijakan tax amnesty .
Catatan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, jumlah deklarasi harta bersih yang direpatriasikan per 24 Agustus Rp 1,94 triliun.
Tapi, kata Mirza, penguatan rupiah yang terjadi terus menerus justru akan membuat rupiah tak kompetitif untuk ekspor yang akan berdampak terhadap neraca perdagangan. "Karena kami ingin ekspor manufaktur meningkat sehingga likuiditas valas diserap BI," katanya, Selasa (23/8).
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bilang, selain pernyataan Dudley, pelemahan rupiah juga disebabkan lantaran investor menunggu pidato Gubernur The Fed Janet Yellen, dalam pertemuan Jackson Hole pada Jumat pekan ini (26/8).
David mengakui, sinyal kenaikan The Fed menguat lantaran isu Brexit sudah lewat. Ia memperkirakan probabilitas kenaikan suku bunga The Fed di September nanti juga naik di atas 50%.
"Dan rupiah dibanding isu eksternal, lebih terpengruh pada isu kenaikan The Fed," kata David. Ia memproyeksi, hingga akhir tahun rata-rata rupiah akan ada di level Rp 13.300 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News