kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Besok, Pajak bertemu petani tebu soal PPN 10%


Minggu, 09 Juli 2017 / 21:51 WIB
Besok, Pajak bertemu petani tebu soal PPN 10%


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Petani dan pengusaha tebu se-Jawa mendesak pemerintah segera mencabut kebijakan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% untuk gula tebu.

Merespon hal ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) rencananya akan bertemu dengan perwakilan petani tebu pada Senin (10/7) esok.

“Infonya seperti itu, tetapi saya belum tahu detilnya,” kata Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal kepada KONTAN, Minggu (9/7).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, terkait persoalan dari PPN untuk gula tebu ini, Kementerian Pertanian (Kementan) sebaiknya berkonsultasi dengan Kemenkeu mengenai skema yang tepat.

“Yang jadi kontroversi kan harga eceran tertinggi (HET) include PPN sehingga akan merugikan petani. Pendapatan bisa turun,” kata Yustinus.

Menurut dia, pemerintah perlu duduk bersama pemangku kepentingan guna membuat kebijakan yang efektif juga menjamin rasa keadilan, tetapi PPN tetap kena.

“Jika sekarang ada wacana atau kebijakan dalam harga jual termasuk PPN dipungut, maka ini memang berisiko merugikan petani, terutama cashflow,” ujarnya.

Ia melanjutkan, soal PPN tebu ini, apabila sesuai dengan Undang-undang, maka petani tidak akan merugi. Menurut UU PPN gula adalah Barang Kena Pajak sejak 1 Juli 1984 hingga saat ini.

Namun, menurut Yustinus, atas penyerahan gula oleh petani tebu tersebut dipungut PPN atau tidak, tergantung pada kondisi apakah petani tebu tersebut termasuk dalam PKP.

Menurut dia, diterapkannya ketentuan PKP adalah supaya tercipta keadilan dan tidak ada distorsi mengingat ukurannya adalah omzet.

“Maka, meski yang menyerahkan Pabrik Gula atau PT, sepanjang omzetnya tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun dan belum PKP, maka tak perlu pungut PPN,” kata dia.

Nah, jika petani tebu harus menjadi PKP, maka mereka wajib memungut PPN 10% yang dikenakan kepada pembeli, bukan di petani tebu, “Bagi pembeli gula, PPN 10% akan jadi PPN Masukan yang dapat dikreditkan (dikurangkan) atas PPN Keluaran,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×