kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Besok, Pajak bertemu petani tebu soal PPN 10%


Minggu, 09 Juli 2017 / 21:51 WIB
Besok, Pajak bertemu petani tebu soal PPN 10%


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Petani dan pengusaha tebu se-Jawa mendesak pemerintah segera mencabut kebijakan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% untuk gula tebu.

Merespon hal ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) rencananya akan bertemu dengan perwakilan petani tebu pada Senin (10/7) esok.

“Infonya seperti itu, tetapi saya belum tahu detilnya,” kata Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal kepada KONTAN, Minggu (9/7).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, terkait persoalan dari PPN untuk gula tebu ini, Kementerian Pertanian (Kementan) sebaiknya berkonsultasi dengan Kemenkeu mengenai skema yang tepat.

“Yang jadi kontroversi kan harga eceran tertinggi (HET) include PPN sehingga akan merugikan petani. Pendapatan bisa turun,” kata Yustinus.

Menurut dia, pemerintah perlu duduk bersama pemangku kepentingan guna membuat kebijakan yang efektif juga menjamin rasa keadilan, tetapi PPN tetap kena.

“Jika sekarang ada wacana atau kebijakan dalam harga jual termasuk PPN dipungut, maka ini memang berisiko merugikan petani, terutama cashflow,” ujarnya.

Ia melanjutkan, soal PPN tebu ini, apabila sesuai dengan Undang-undang, maka petani tidak akan merugi. Menurut UU PPN gula adalah Barang Kena Pajak sejak 1 Juli 1984 hingga saat ini.

Namun, menurut Yustinus, atas penyerahan gula oleh petani tebu tersebut dipungut PPN atau tidak, tergantung pada kondisi apakah petani tebu tersebut termasuk dalam PKP.

Menurut dia, diterapkannya ketentuan PKP adalah supaya tercipta keadilan dan tidak ada distorsi mengingat ukurannya adalah omzet.

“Maka, meski yang menyerahkan Pabrik Gula atau PT, sepanjang omzetnya tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun dan belum PKP, maka tak perlu pungut PPN,” kata dia.

Nah, jika petani tebu harus menjadi PKP, maka mereka wajib memungut PPN 10% yang dikenakan kepada pembeli, bukan di petani tebu, “Bagi pembeli gula, PPN 10% akan jadi PPN Masukan yang dapat dikreditkan (dikurangkan) atas PPN Keluaran,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×