Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperkirakan akan mengalami defisit pada Oktober 2023. Hal ini sejalan dengan penerimaan pajak yang mulai tumbuh melambat dan juga percepatan belanja pemerintah pada kuartal IV.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet memperkirakan, kondisi penerimaan negara pada Oktober akan melambat dan tidak akan semasif penerimaan pada Agustus 2023 lalu.
Perlambatan pertumbuhan penerimaan ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Di antaranya, harga komoditas global yang melanjutkan tren pelemahan jika dibandingkan di awal tahun. Selain itu, kinerja perekonomian pada kuartal III-2023 juga relatif lebih lambat jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Baca Juga: Pemerintah Kerek Pajak Karyawan dan Turunkan Pajak Orang Kaya
“Jika melihat pola anggaran terutama pada data terakhir di bulan September, maka besar kemungkinan defisit pada APBN akan terjadi pada Oktober,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (20/11).
Sementara itu, dari sisi belanja negara, biasanya pada Oktober atau memasuki kuartal IV belanja pemerintah yang selama ini masih tertahan akan dipercepat ataupun diforsir realisasinya.
Sehingga, pertumbuhan belanja negara pada bulan Oktober biasanya akan lebih massif, dan akan berlanjut hingga akhir tahun.
“Ditambah, saat ini pemerintah juga berencana untuk menyalurkan pos bantuan belanja yang sifatnya temporer atau tematik. Pemerintah Berencana untuk mendorong realisasi belanja sosial untuk penanggulangan dampak dari El Nino,” ungkapnya.
Maka dari itu, faktor melambatnya penerimaan negara dan percepatan belanja yang dimulai pada bulan Oktober inilah yang menyebabkan APBN diperkirakan akan mengalami defisit, setelah mengalami surplus selama 9 bulan berturut-turut.
Untuk diketahui, surplus APBN yang berlangsung lama ini sebenarnya juga terjadi pada APBN Tahun Anggaran 2022. APBN 2022 baru mengalami defisit yakni pada bulan Oktober 2022.
Baca Juga: Sinyal Pemberlakuan Cukai Plastik dan MBDK Menguat pada Tahun 2024
Yusuf berasumsi, alasan APBN mengalami surplus lebih lama selama 2 tahun berturut-turut adalah karena faktor windfall dari harga komoditas.
“Karena dalam 2 tahun ke belakang adanya faktor tidak terduga yang termasuk di dalamnya konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina akhirnya ikut mengerek harga komoditas naiknya atau meningkatnya nilai ekspor dari sisi volume,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia memperkirakan defisit APBN pada 2023 akan ada di kisaran 2,1% hingga 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara itu, Kementerian Keuangan memperkirakan defisit APBN 2023 akan di bawah 2,3% dari PDB.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News