kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.917   13,00   0,08%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Bea Cukai Tepis Fasilitas Kawasan Berikat Bikin Industri Tekstil Lesu, Ini Faktanya!


Jumat, 06 Oktober 2023 / 18:08 WIB
Bea Cukai Tepis Fasilitas Kawasan Berikat Bikin Industri Tekstil Lesu, Ini Faktanya!
ILUSTRASI. Bea Cukai buka suara terkait beredarnya berita mengenai lesunya industri tekstil yang dikaitkan aturan Kementerian Keuangan


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait beredarnya berita mengenai lesunya industri tekstil yang dikaitkan aturan Kementerian Keuangan.

Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat dan Penyuluhan Encep Dudi Ginanjar mengatakan, fasilitas ini telah memainkan peran penting dalam mendukung dan memajukan industri tekstil di Indonesia.

Pemberian insentif fiskal kawasan berikat diatur dalam beberapa aturan yang salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 tahun 2018 jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65 Tahun 2021 tentang Kawasan Berikat.

Baca Juga: Industri TPT Masih Mengalami Kontraksi Hingga Saat Ini

Pada aturan tersebut dijelaskan pengeluaran hasil produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dilakukan dalam jumlah paling banyak 50% penjumlahan nilai realisasi tahun sebelumnya yang meliputi nilai ekspor, nilai penjualan hasil produksi ke kawasan berikat lainnya, nilai penjualan hasil produksi ke kawasan bebas, dan nilai penjualan hasil produksi ke kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Pengeluaran hasil produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari lima puluh persen dalam hal pengusaha kawasan berikat mendapatkan rekomendasi dari instansi terkait yang membidangi perindustrian," ujar Encep dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (6/10).

Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 04/M-IND/PER/1/2014 tentang Pemberian Rekomendasi Bagi Perusahaan di Kawasan Berikat untuk melakukan Penjualan Hasil Produksi KB ke Tempat Lain di Dalam Daerah Pabean (TLDDP) yang menjadi acuan di ketentuan kawasan berikat dan telah dicabut dengan Permenperin nomor 36 tahun 2019 sehingga Kemenperin tidak lagi menerbitkan rekomendasi penjualan lokal lebih dari 50% dari kawasan berikat.

Berdasarkan fakta di lapangan, Encep bilang, penggunaan bahan baku di kawasan berikat tidak hanya berasal dari impor.

“Banyak industri kawasan berikat memperoleh bahan baku juga dari lokal, sehingga meningkatkan nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) bagi pengusaha dalam negeri yang membeli produk intermediate dari kawasan berikat,” katanya.

Baca Juga: Kawasan Berikat Picu Lonjakan Impor Tekstil

Fasilitas kawasan berikat ini berangkat dari semangat untuk dapat meningkatkan investasi dan jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan khususnya tekstil dan produk tekstil (TPT) yang makin meningkat dan menjadi salah satu alternatif subsitusi impor atas barang dari luar negeri yang notabene tanpa pengolahan di dalam negeri atau penggunaan tenaga kerja dalam negeri.

Untuk itu, perlu pendalaman lebih lanjut secara komprehensif terkait anggapan industri TPT dalam negeri menjadi lesu karena atas produk kawasan berikat yang harusnya ekspor tapi dijual ke dalam negeri, mengingat saat ini tidak hanya industri dalam negeri namun juga industri TPT yang dengan fasilitas kawasan berikat juga mengalami kontraksi.

Berdasarkan data survei Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) terdapat 16 perusahaan kawasan berikat TPT yang terkontraksi ekspor sehingga akan melakukan mitigasi untuk penjualan lokal lebih dari 50% dengan syarat mendapat rekomendasi jual lokal lebih 50% dari Kemenperin.

“Selain itu perlu juga menjadi perhatian bahwa barang hasil produksi kawasan berikat baik yang bahan baku impor atau lokal saat dijual ke dalam negeri wajib melunasi bea masuk, pajak dalam rangka impor dan PPN dalam negeri,” imbuh Encep.

Fasilitas kawasan berikat terbukti efektif dalam mendorong kinerja ekspor nasional, hal ini terindikasi pada rasio ekspor terhadap impor pada perusahaan pengguna fasilitas kepabeanan yang terus mengalami peningkatan.

Baca Juga: APSyFI Akui Kawasan Berikat Rawan Jadi Tempat Masuk Impor Produk Tekstil Ilegal

Berdasarkan data rasio neraca impor dan ekspor dari perusahaan kawasan berikat hingga Agustus 2023 nilai ekspor US$ 48,53 miliar dan impor sebesar US$ 11,43 miliar dengan nilai rasio sebesar 4,24.

Adapun untuk data penjualan produk tekstil dan produksi tekstil dari kawasan berikat ke pasar lokal hanya sekitar 10% hingga 12%, dibandingkan dengan produk impor langsung dari luar negeri.

Selain itu, kinerja ekspor kawasan berikat TPT terhadap ekspor TPT nasional relatif sangat signifikan. Ekspor produk tekstil dan produksi tekstil dari kawasan berikat sangat besar, mencapai US$ 4,93 miliar. Ini jauh lebih tinggi daripada ekspor produk yang bukan dari kawasan berikat, yang hanya sekitar US$ 1,13 miliar.

Encep menambahkan, ekspor dari kawasan berikat menyumbang sekitar 80% dari total ekspor produk tekstil dan produksi tekstil, yang menunjukkan bahwa produk dari kawasan berikat masih mendominasi pasar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×