kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,65   -6,71   -0.72%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bappenas masukkan pembangunan air minum dan sanitasi ke RPJMN dan SDGs


Rabu, 13 Februari 2019 / 13:10 WIB
Bappenas masukkan pembangunan air minum dan sanitasi ke RPJMN dan SDGs


Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) memasukkan pembangunan air minum dan sanitasi ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), hingga Sustainable Development Goals (SDGs).

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa pembangunan air minum dan sanitasi sangat erat kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, mencegah stunting, menghapuskan kemiskinan, meningkatkan produktivitas dan kualitas SDM, serta membangun perekonomian berkelanjutan. Hal itu ia sampaikan ketika menjadi pembicara kunci dalam acara Advocacy and Horizontal Learning (AHL) Menuju ODF Provinsi dan Pengelolaan Air Limbah Domestik yang Aman - Penerapan Sanitasi Skala Kabupaten/Kota yang Inklusif, Selasa (12/2), di The Rinra Hotel Makassar.

Dia bilang, sebagai kebutuhan dasar manusia dan prasyarat kehidupan yang sehat dan layak, air minum dan sanitasi menjadi salah satu prioritas pembangunan. Hasil riset menunjukkan fasilitas pengelolaan air limbah domestik tidak layak dan kualitas air yang buruk berpengaruh pada kesehatan dan kemampuan kognitif seseorang di sepanjang kehidupannya, sehingga dapat menurunkan kualitas SDM yang menyebabkan kemiskinan antar generasi.

Korelasi yang cukup tinggi terlihat pada kualitas akses sanitasi terhadap prevalensi stunting di provinsi sebesar 0,66. Korelasi signifikan juga terdapat pada peningkatan akses sanitasi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,95. Kajian World Bank juga memperlihatkan manfaat terhadap kesehatan dan nutrisi hanya diraih optimal apabila diikuti dengan Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free (ODF) dan cakupan akses sanitasi yang layak di lebih dari 60% penduduk suatu daerah.

Buruknya sanitasi juga berdampak negatif terhadap ekonomi. Diperkirakan kerugian sanitasi yang buruk mencapai Rp 56 triliun atau 2,3% dari PDB tiap tahunnya. Studi juga menunjukkan kualitas sanitasi yang buruk menyebabkan kerugian finansial, karena masyarakat harus membayar layanan kesehatan ataupun kehilangan pendapatan akibat kesehatan yang terganggu.

Selain itu, rendahnya kualitas sanitasi juga berdampak negatif terhadap pariwisata. “Survei di beberapa tujuan wisata Indonesia menunjukkan 15% wisatawan tidak ingin kembali ke Indonesia, dan 40% menyebutkan kondisi sanitasi yang buruk merupakan alasan utamanya. Hal ini sekali lagi mengingatkan kita ketersediaan air minum dan sanitasi yang baik sangat berpengaruh terhadap produktivitas ekonomi,” kata Bambang melalui keterangan pers yang diterima oleh Kontan.co.id pada Rabu (13/2).

SDGs telah mengamanatkan target akses air minum dan sanitasi yang layak yang lebih tinggi, yaitu akses yang aman. Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kondisi pengelolaan air limbah domestik.

Bambang mengklaim dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia telah berhasil meningkatkan akses sanitasi layak sebesar 1,4% per tahun menjadi 74,58% di 2018. Indonesia juga berhasil menurunkan tingkat praktik BABS sebesar 1,2% per tahun menjadi 9,36% atau sekitar 25 juta penduduk di 2018. Hingga saat ini, hanya 23 kabupaten/kota yang 100 persen warganya tidak BABS, dan baru satu provinsi yang berhasil ditetapkan sebagai Provinsi ODF, yaitu Provinsi DI Yogyakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×