Reporter: Agus Triyono, Asep Munazat Zatnika | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Defisit yang terus melebar membuat keseimbangan primer Anggaran Pembiayaan dan Belanja Negara (APBN) memburuk. Kondisi ini membuat APBN sakit. Bahkan, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kondisi keseimbangan primer APBN kini kian mengkhawatirkan.
Keseimbangan primer APBN adalah total penerimaan negara dikurangi belanja negara, tak termasuk pembayaran bunga. Kian besar surplus keseimbangan primer semakin baik bagi negara untuk membiayai defisit APBN.
Defisit keseimbangan primer akan melebar jika pemerintah menggunakan utang yang diambil untuk membayar utang jatuh tempo dan bunga, atau ibaratnya gali lubang tutup lubang.
Dalam RAPBN 2017, defisit keseimbangan primer dipatok sebesar Rp 111,4 triliun, naik dari APBN Perubahan 2016 yang Rp 105,5 triliun. Selama lima tahun terakhir, defisit keseimbangan primer terbesar terjadi pada 2015 sebesar Rp 142,5 triliun.
Menurut Sri, defisit keseimbangan primer yang terus melebar menunjukkan kondisi APBN sedang sakit, sehingga pemerintah harus berhati- hati. "Pemerintah selama ini meminjam bukan untuk investasi, tapi men-service utang, hanya untuk bayar bunga," katanya, Selasa (16/8).
Rasio pajak harus naik
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengakui defisit keseimbangan primer APBN telah memburuk sebelum 2012. "Kelemahannya dari penerimaan," ujarnya, Kamis (18/8).
Defisit naik karena pemerintah membutuhkan dana besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan rasio pajak di kisaran 11%-12% saat ini, defisit keseimbangan primer semakin lama akan semakin melebar.
Agar defisit keseimbangan primer berkurang, pemerintah harus menurunkan belanja atau menaikkan penerimaan. "Kalau efisiensi belanja tidak apa-apa, asal jangan mengganggu pertumbuhan. Jadi lebih baik fokus menaikkan penerimaan," kata Bambang.
Menurutnya, rasio pajak 11% tidak masuk akal dan perlu ditingkatkan. Angka ini lebih rendah dibandingkan negara Asia Tenggara lain di kisaran 14%.
Dalam lima tahun terakhir rasio pajak (termasuk SDA migas dan pertambangan) paling tinggi pada 2012 sebesar 13,9%. Sedang APBNP 2016, tanpa memperhitungkan shortfall penerimaan, rasio pajak hanya 12,9%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News