Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kepala Subdit Repatriasi Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, M Aji Surya menilai, banyaknya kasus kekerasan terhadap TKI yang bekerja di Timur Tengah disebabkan karena minimnya persiapan yang dilakukan para pencari kerja tersebut. Padahal, untuk bisa mendatangkan seorang TKI dari Indonesia ke Arab Saudi diperlukan dana yang cukup besar.
"Banyak TKI kita yang bekerja di sana itu kurang well prepared," ujar Aji saat diskusi bertajuk "Perlindungan Hukum Terhadap TKI Di Luar Negeri yang Terancam Hukuman Mati" di Jakarta, Selasa (5/5).
Ia menuturkan, untuk seorang TKI, orang Arab Saudi harus merogoh uang antara Rp 60 juta hingga Rp 70 juta. Uang tersebut digunakan untuk membiayai tiket pesawat dan sejumlah keperluan administrasi kepada penyalur jasa TKI.
Namun, ketika para TKI itu telah diterima dan mulai bekerja, mereka tak dapat menunjukkan kinerja yang maksimal. Padahal, sebelum dikirim ke luar negeri mereka telah mengantongi sertifikat yang hanya dapat diperoleh jika mereka lulus sertifikasi.
Aji menceritakan, dalam sebuah kasus ada seorang TKI yang baru saja diterima kerja sebagai pembantu rumah tangga di sebuah keluarga. Oleh majikannya, dia kemudian diminta untuk membunuh nyamuk dengan menyemprot obat nyamuk yang ada di kamar.
"Ketika majikannya balik ke kamar, ternyata baunya wangi sekali, apa yang terjadi? Yang untuk disemprot ternyata parfum yang baru dibeli dari Paris. Hal seperti banyak sekali terjadi," ucapnya.
Aji menuturkan, untuk meminimalisir terjadinya kasus kekerasan terhadap TKI, seharusnya penyalur jasa tenaga kerja dapat memberikan pelatihan yang maksimal. Pelatihan tersebut guna meningkatkan kemampuan dan daya tawar TKI daripada tenaga kerja negara lain.
"Kita seharusnya bisa jadi perawat, satpam sehingga masa kerjanya teratur, skill lebih tinggi, gaji lebih besar," ujarnya. (Dani Prabowo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News