Reporter: Dina Farisah, Dadan M. Ramdan | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pelaku usaha dibuat pusing tujuh keliling. Banyaknya aturan yang keluar dalam kurun waktu yang bersamaan membuat mereka sulit untuk bergerak cepat.
Bayangkan saja, dalam rentang Januari hingga Mei 2012, setidaknya ada 48 peraturan menteri (permen) yang lahir! Tak pelak, kondisi ini membuat iklim usaha tersendat.
Padahal, dalam bayang-bayang krisis, mereka membutuhkan kepastian. Adanya aturan yang berubah-ubah menyulitkan usaha mereka.
Natsir Mansyur, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik, mengungkapkan, dari 48 beleid tersebut, menteri perdagangan (mendag) lah yang paling banyak mengeluarkan permen. Parahnya, "Dari 48 permen itu, sebanyak 70% di antaranya menghambat kinerja ekspor," tegasnya ke Kontan, kemarin.
Natsir mencontohkan, Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, serta Permendag No. 30/2012 tentang Impor Hortikultura. "Permen ESDM selalu berubah-ubah, sedangkan Permendag terlalu mengurus hal yang kecil-kecil," ungkap Natsir.
Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengatakan, waktu penerbitan permen yang bersamaan makin membebani investor. “Pemerintah terlau banyak membuat peraturan yang bikin pusing pengusaha,” ujarnya.
Apindo mencatat, ada tiga permen yang mengganggu ekspor dan investasi, yakni Permen ESDM No. 7/2012, Permendag No. 27/2012 tentang Ketentuan Angka Pengenal Importir (API), dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 15 dan 16/2012 yang mengatur impor produk hortikultura.
Oleh sebab itu, Sofjan meminta pemerintah tidak menerbitkan aturan yang macam-macam dalam situasi krisis ekonomi global sekarang ini. "Betul-betul membingungkan investor, apalagi yang sudah terikat kontrak jangka panjang dan tiba-tiba ada perubahan,” sesal dia.
Ina Primiana, anggota Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin, menambahkan, pemerintah memang kerap membuat kebijakan yang berubah-ubah sehingga kontraproduktif. "Ketidakstabilan kebijakan pemerintah adalah hambatan utama bagi dunia usaha," imbuhnya.
Bachrul Chairi, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan menjelaskan, penerbitan permen berdasarkan banyak pertimbangan, antara lain untuk meningkatkan ekspor, penguatan pasar dalam negeri, dan melindungi konsumen.
Memang, ada beberapa permen yang penyusunannya tidak melibatkan dunia usaha. Makanya, Bachrul berjanji bakal menampung kritik untuk evaluasi permen yang pengusaha keluhkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News