Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR, Sumarjati Arjoso menyatakan adanya kerugian keuangan negara yang terungkap dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2012.
Sumarjati mengatakan, telaah BAKN dari LKPP tahun 2012 menunjukkan temuan adanya kerugian keuangan Negara. Secara garis besar, ada delapan temuan yang ia paparkan.
Pertama, Anggaran Belanja Bantuan Sosial yang sudah dicairkan sebesar Rp 1,91 triliun. Namun dana ini belum tersalurkan hingga 31 Desember 2012.
"Selain itu, dana ini tidak disetor ke Kas Negara dan sebesar Rp 269,8 miliar penyalurannya tidak tepat sasaran," jelas Sumarjati saat berpidato di Sidang Paripurna di Gedung DPR, Selasa (9/7).
Kedua, Realisasi Belanja Barang dan Belanja Modal di akhir tahun Rp 1,31 triliun yang tidak sesuai fisik.
Ketiga, pelaksanaan dan pertanggung jawaban Belanja Barang dan Belanja Modal di 72 K/L sebesar Rp 546,01 miliar. Pelaksanaan ini merugikan Keuangan Negara. Rinciannya, pertama, kelebihan pembayaran sebesar Rp 273,40 miliar. Kedua, pemahalan harga pekerjaan sebesar Rp 234,69 miliar. Ketiga, Belanja Barang yang berindikasi fiktif sebesar Rp 7,56 miliar. "Terakhir, penyimpangan Belanja Perjalanan Dinas sebesar Rp 30,6 miliar," kata Sumarjati.
Keempat, pungutan PPh Migas dengan tarif lebih rendah dari tarif PPh sesuai UU. Kondisi ini berakibat hilangnya penerimaan Negara sebesar Rp 1,30 triliun. Selain itu, PPh Migas Tahun 2011 kurang setor sebesar Rp 1,38 triliun.
Kelima, menyangkut pengelolaan aset, terdapat Aset Tetap pada 3 K/L yang nilainya Rp 2,57 triliun, namun belum dilakukan Inventarisasi Penilaian (IP).
Selain itu, terdapat Aset Tetap senilai Rp 371,34 miliar pada 14 K/L yang tidak diketahui keberadannya. Ada juga Aset Tetap senilai Rp 904,29 miliar pada 14 K/L yang digunakan pihak lain tidak sesuai ketentuan.
"Terakhir, Aset Tetap berupa tanah senilai Rp 37,33 triliun pada 17 K/L belum didukung dengan dokumen kepemilikan," jelas Wanita yang juga Anggota Komisi VIII DPR tersebut.
Keenam, sebagian aset Eks BPPN sebesar Rp 8,79 triliun belum ditelusuri keberadaannya oleh pemerintah.
Ketujuh, pembayaran kenaikan kuota ke 14 atas keanggotaan Indonesia dalam IMF kurang lebih Rp 38,18 triliun.
Terakhir, pemerintah belum menetapkan status Pengelolaan Keuangan SKK Migas (eks BP Migas) sebesar Rp 1,6 triliun. Ini menyangkut biaya operasional tahun 2012 tidak melalui APBN. "Tak hanya itu, biaya operasional BP Migas dari 2003-2012 sebesar Rp 7,51 triliun," kata Sumarjati.
Oleh sebab itu, Sumarjati berharap, temuan BAKN benar-benar diperhatikan DPR dan Pemerintah dalam proses penyusunan RAPBN Tahun Anggaran 2014.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News