Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya. Kebijakan ini berlaku mulai 28 April 2022 sampai waktu yang belum ditetapkan.
Sehubungan dengan hal ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio N. Kacaribu menyebut pemerintah sedang mengevaluasi dampak larangan ekspor CPO tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Terkait dampak larangan ekspor CPO evaluasi. Namun, yang jelas, prioritas kami adalah menjaga pertumbuhan ekonomi,” tutur Febrio dalam media briefing secara daring, Jumat (13/5).
Febrio menekankan, fakta pelarangan ekspor CPO ini adalah untuk menjaga daya beli masyarakat dan ketersediaan bahan pokok di Indonesia. Apalagi, akhir-akhir ini harga minyak goreng meningkat signifikan. Bahkan, dari awal tahun hingga 8 Mei 2022, harga minyak goreng kemasan sudah meningkat 26,6% year to date (ytd).
Baca Juga: Mudik ke Energi Hijau
Dengan larangan ekspor ini, diharapkan ketersediaan bahan pokok di Indonesia terjaga sehingga kemudian harga-harga stabil dan daya beli masyarakat pun terjaga. Pemerintah pun tetap melakukan evaluasi dari waktu ke waktu.
Memang, sebagai salah satu komoditas ekspor terbesar Indonesia, CPO dan turunannya ini juga memegang peran penting terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal I-2022.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor CPO memberikan kontribusi sekitar 2,5% terhadap PDB Indonesia kuartal I-2022 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB). Bila PDB ADHB pada tiga bulan pertama tahun ini tercatat Rp 4.513 triliun, maka kontribusi ekspor CPO pada kuartal I-2022 sebesar Rp 112,83 triliun.
Baca Juga: Dunia Usaha Mulai Menggeliat, Ini yang Dilakukan Pemerintah
Kepala BPS Margo Yuwono pun menduga dengan adanya larangan ekspor ini, maka akan mengurangi kontribusi ekspor CPO terhadap PDB pada periode setelahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News