Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto memberi komentar terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2022, khususnya mengenai aturan soal pajak natura.
Wahyu menilai, pemerintah sangat lambat dalam menerbitkan aturan tersebut. Pasalnya, ketentuan naturan mulai berlaku sejak awal tahun 2022 sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Namun nyatanya, ketentuan teknisnya baru terbit menjelang pergantian tahun. Padahal, perusahaan sudah memberikan natura/kenikmatan kepada karyawannya sejak awal tahun.
Baca Juga: Catat! Hampers Perayaan Hari Besar Bebas dari Pajak Penghasilan
Jadi, mungkin saja sudah ada perusahaan yang terlanjur memperhitungkan natura/kenikmatan bukan sebagai objek pajak, sehingga penghitungan PPh karyawan juga tidak memperhitungkan natura sebagai penghasilan.
"Apalagi, di dalam PP 55/2022 pemerintah menegaskan, natura atau kenikmatan yang sudah diberikan dari 1 Januari 2022 sampai 31 Desember 2022 dan belum dipotong PPh, menjadi pajak terutang yang harus dibayar karyawan," ujar Wahyu kepada Kontan.co.id, Jumat (30/12).
Wahyu menyebut, ada dua pilihan yang bisa dilakukan perusahaan. Pertama, memotong dan melakukan pembetulan PPh Pasal 21 untuk penghasilan yang diterima karyawan selama tahun 2022.
Jika perusahaan baru menghitung PPh 21 atas natura 2022 di akhir tahun atau di tahun selanjutnya, maka perusahaan bisa dianggap kurang membayarkan PPh 21 terutang dan ada potensi sanksi terlambat setor PPh 21 atas natura.
Baca Juga: Catat, Ini Rincian Penyesuaian Aturan Pajak Penghasilan di UU HPP
Pilihan Kedua, perusahaan menyerahkan kewajiban pembayaran PPh natura ke karyawan masing-masing. Implikasinya, perusahaan punya tanggung jawab untuk menghitung dan memberitahukan jumlah natura yang diberikan kepada masing-masing karyawan.
"Perlu diingat, penghitungan ini harus dilakukan sebelum batas pelaporan SPT PPh Orang Pribadi. Kalau telat, karyawan berpotensi kena sanksi telat bayar PPh juga," jelasnya.
Alhasil, perusahaan jadi berkejaran dengan waktu untuk memilah dan menghitung jumlah natura yang jadi objek pahak, karena karyawan pun harus membayarkan PPh-nya setidaknya sebelum deadline pelaporan SPT PPh Orang Pribadi di akhir Maret 2023. Sedangkan, aturan teknis penghitungannya sendiri masih akan diatur lebih lanjut melalui PMK yang saat ini belum terbit.
Baca Juga: Aturan Pajak Natura Sebentar Lagi Terbit, Ini Penjelasan Kemenkeu
Untuk itu, menurutnya, pemerintah harus memberikan kelonggaran bagi wajib pajak dalam menjalankan ketentuan ini.
"Misalnya, dengan memberikan pembebasan sanksi administrasi atas keterlambatan pembetulan pembayaran PPh Pasal 21 tersebut," tandas Wahyu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News