Reporter: Rashif Usman | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) bakal mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 yang merujuk pada pasal 58 ayat 2 tentang Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani menilai, pasal tersebut secara keseluruhan bermasalah dan berpotensi mematikan lini usaha di sektor jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.
"Kami sedang mempersiapkan untuk melakukan judicial review ke MK atas nama Gipi. Kita memandang pajak tarif jasa hiburanĀ itu bermasalah, sehingga kita minta untuk dibatalkan di MK," kata Hariyadi kepada Kontan, Minggu (14/1).
Baca Juga: GIPI Bakal Gugat Aturan Pajak Hiburan 40% ke Mahkamah Konstitusi
Hariyadi yang juga merupakan Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) ini mengatakan, tarif kenaikan pajak hiburan bakal berdampak pada 2 hal, pertama pelaku usaha akan gulung tikar, kedua akan bermunculan bisnis ilegal.
"Masa kita mau mematikan industri hiburan ini dan malah menyuburkan usaha ilegal? Kalau pelaku usaha enggak sanggup bayar (pajak) akhirnya mereka sembunyi-sembunyi. Itu kan engga benar," tegasnya.
Haryadi menjelaskan bahwa tarif pajak hiburan idealnya di angka rata-rata 10%. Menurutnya, pembuat kebijakan telah keliru dalam membuat aturan.
Baca Juga: Suhartoyo Resmi Terpilih Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Gantikan Anwar Usman
"Negara ini maksudnya apa? mau membatasi? Ini mesti jelas apa tujuannya. Menurut saya yang buat (aturan) ini gegabah, kita enggak pernah diajak bicara dan mereka memutuskan sendiri saja," kata Hariyadi kepada Kontan, Minggu (14/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News