kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Asosiasi UMKM minta batasan omzet UMKM yang bebas sertifikasi halal jadi Rp 2 miliar


Minggu, 12 Januari 2020 / 09:45 WIB
Asosiasi UMKM minta batasan omzet UMKM yang bebas sertifikasi halal jadi Rp 2 miliar
ILUSTRASI. Aktivitas produksi perajin oncom di Ciledug, Tangerang, Rabu (8/1). Kementerian Koperasi dan UKM mendorong agar ada kemudahan bagi UMKM dalam mengurus sertifikasi halal.


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bakal membebaskan biaya sertifikasi produk halal bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM). Syaratnya, UMKM tersebut memiliki omzet maksimal Rp 1 miiar dalam setahun.

Ketua Asosiasi Usaha UMKM Indonesia (Akumindo) M. Ikhsan Ingratubun menilai pembebasan biaya sertifikasi produk halal bagi UMK tersebut merupakan langkah yang efektif.

Pembebasan biaya sertifikasi halal diharapkan akan berdampak juga ke harga jual yang kompetitif. “Pembebasan biaya ini sangat efektif dan diharapkan dapat meningkatkan nilai jual dari produk UMKM di Indonesia,” ujar Ikhsan kepada Kontan.co.id, Jumat (10/1).

Baca Juga: Alhamdulillah, UKM Omzet Kurang Rp 1 Miliar Bebas Biaya Sertifikat Halal

Namun, ia berharap agar batasan omzet UMKM yang bisa memperoleh pembebasan biaya sertifikasi halal dinaikkan, dari Rp 1 miliar menjadi maksimal Rp 2 miliar. Menurut Ikhsan, batasan omzet hingga Rp 2 miliar per tahun ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Definisi Usaha Kecil.

Seiring dengan pembebasan biaya sertifikasi, beban pengeluaran pemerintah ke depannya juga tentu akan bertambah. Pasalnya, meskipun para pelaku usaha terbebas dari biaya sertifikasi produk, tetapi pemeritah tentu masih harus tetap membayar sejumlah biaya kepada lembaga sertifikasi. Apalagi mengingat jumlah sektor UMK yang tidak sedikit.

Terkait dengan hal tersebut, Ikhsan menyebutkan pemerintah dapat menggunakan dua opsi. Pertama, menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kedua, menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing.

Ikhsan menambahkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dari program sertifikasi produk halal ini. Diantaranya soal kejelasan dari prosedur proses sertifikasi, serta adanya lembaga sertifikasi yang kredibel dan harus tersedia dengan mudah.

Baca Juga: Gapmmi minta pemerintah benahi sejumlah aspek sebelum terapkan sertifikasi halal

Faktor lainnya, kejelasan waktu pelaksanaan sertifikasi, pengawasan terhadap lembaga sertifikasi, baik pengawasan dari segi pelaksanaan, waktu, dan tindakan terhadap pungutan liar (pungli).

"Sosialisasi bisa dilakukan melalui media sosial, jadi tidak perlu biaya mahal. Jangan lagi melakukan sosialisasi secara manual seperti kebiasaan pemerintah,” tambah Ikhsan.

Program sertifikasi produk halal ini telah dimulai oleh pemerintah sejak bulan Oktober 2019 lalu. Hal tersebut sejalan dengan implementasi Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×