Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembatasan merek (brand restriction) telah banyak direalisasikan sejumlah negara. Hal ini pun turut membuat resah pelaku usaha di Indonesia karena dikhawatirkan aturan ini akan turut diberlakukan di Indonesia.
Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Eddy Hussy menerangkan, pembatasan merek tersebut bisa dilakukan dengan cara mengurangi daya tarik pada tampilan produk dan memberlakukan pembatasan-pembatasan lebih jauh di bidang periklanan dan promosi.
Baca Juga: Menelisik jalan terjal yang dilewati Xiaomi untuk berekspansi di bisnis jasa keuangan
Eddy menerangkan, dengan adanya pembatasan merek ini justru akan berdampak pada peran produsen atau pelaku usaha juga para konsumen. "Ini merenggut kesempatan pelaku usaha dalam merepresentasikan identitas serta menunjukkan kualitas produknya," ujar Eddy, Rabu (2/10).
Padahal, menurut Eddy, pelaku bisnis melakukan berbagai pengembangan atau penelitian bagi untuk membangun nama baik merek dan bisa dikenal publik. Ini juga menjadi sebuah tahapan yang menciptakan persaingan yang sehat antar pelaku bisnis, karena memiliki kesempatan untuk menunjukkan hal yang terbaik bagi konsumen.
Tak hanya itu, pembatasan merek justru bisa memicu munculnya produk palsu dan ilegal di pasar. Menurut Eddy, hal ini akan sangat membahayakan konsumen dan merek.
Baca Juga: Produksi alat berat tak bertenaga di paruh pertama tahun ini
"Dengan adanya pengemasan yang menarik dan informatif serta mengedepankan keunikan dan keunggulan sebuah brand, ini akan berperan besar dalam meminimalisir peniruan dan menjaga keaslian," jelas Eddy.
Sementara, di sisi konsumen, adanya pembatasan merek ini pun bisa merenggut hak konsumen karena tidak bisa memilih produk sesuai dengan referensi atau keinginannya.
Lebih lanjut, pembatasan merek di Indonesia pun bisa dilihat dari aturan pencantuman gambar peringatan kesehatan di kemasan produk tembakau.
Baca Juga: Dorong ASI eksklusif untuk bayi, pembatasan merek baru menyasar susu formula
Dalam PP 109/2012, pemerintah mewajibkan produsen produk rokok tembakau untuk mencantumkan peringatan kesehatan berupa gambar atau tulisan sebesar 40% dari kemasan.
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan berharap, pemerintah bersikap adil dan tidak memperluas aturan tersebut untuk meningkatkan peringatan kesehatan menjadi 90% bahkan merencanakan kemasan polos.
Menurut Henry, dengan adanya pembatasan merek belum membuktikan adanya penurunan jumlah perokok. "Jumlah perokoknya tidak turun, tetapi jumlah rokok ilegal akan naik," ujar Henry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News