kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Antisipasi pelebaran defisit anggaran, tambahan pinjaman lebih memungkinkan


Rabu, 02 Oktober 2019 / 20:19 WIB
Antisipasi pelebaran defisit anggaran, tambahan pinjaman lebih memungkinkan
ILUSTRASI. Antisipasi pelebaran defisit anggaran, ekonom menilai tambahan pinjaman lebih memungkinkan.


Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mempertimbangkan opsi untuk menambah sumber pembiayaan utang melalui pinjaman. Hal ini untuk mengantisipasi potensi pelebaran defisit APBN 2019 yang diproyeksi sebesar 1,93% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance ( INDEF) Bhima Yudhistira menilai, opsi menambah pinjaman tunai dari luar negeri memang lebih menguntungkan bagi pemerintah saat ini dalam rangka mengamankan defisit APBN.

Dari sisi pertimbangan beban bunga utang, Bhima mengatakan, pinjaman luar negeri yang bersifat bilateral maupun multilateral umumnya mematok bunga pinjaman yang lebih rendah dibandingkan imbal hasil surat utang negara (SUN).

“Untuk tenor yang sama 10 tahun misalnya, bunga pinjaman bilateral bisa di bawah 3%, sedangkan SUN sekitar 7%,” kata Bhima, Rabu (2/10).

Baca Juga: Siapkan buffer pembiayaan APBN 2019, Kemenkeu buka opsi tambah pinjaman

Di sisi lain, Bhima menilai pinjaman tunai dari luar negeri juga lebih baik untuk menghindari potensi crowding out di pasar domestik. Jika pemerintah menambah lagi porsi penerbitan surat utang di dalam negeri, Bhima khawatir likuiditas perbankan akan kembali mengetat.

Oleh karena itu, menurutnya, langkah pemerintah menambah porsi pinjaman bilateral atau multilateral cukup masuk akal.

Hanya saja, Bhima memberi catatan, pinjaman tunai bilateral dan multilateral umumnya ditujukkan untuk mendanai kebutuhan pembangunan atau program kegiatan yang spesifik. Itu sebabnya, proses untuk memperoleh pinjaman biasanya lebih lama dan rumit karena harus memenuhi syarat-syarat dari masing-masing institusi atau negara.

“Butuh menghitung valuasi, melakukan asesmen hingga studi kelayakan terhadap program yang akan didanai terlebih dahulu biasanya. Jarang yang tujuannya untuk mendanai defisit anggaran,” kata Bhima.

Baca Juga: Tren kupon menurun, target hasil penerbitan SBN ritel di batas bawah

Dengan keterdesakan waktu menuju akhir tahun seperti ini, Bhima berharap pemerintah telah mempersiapkan proses pengajuan pinjaman luar negeri tersebut.

Adapun, Kemenkeu mencatat, selama periode Januari-Agustus 2019, pemerintah telah menarik pinjaman (neto) sebanyak Rp 5,97 triliun.

Di antaranya melalui 12 perjanjian pinjaman luar negeri senilai total US$ 1,93 miliar.

Baca Juga: Pemerintah sudah tak agresif, penjualan ORI016 diramal sulit menyamai capaian ORI015

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×