kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Angka Pengangguran Turun, Tapi Pekerja di Sektor Informal Masih Mendominasi


Senin, 06 Mei 2024 / 19:42 WIB
Angka Pengangguran Turun, Tapi Pekerja di Sektor Informal Masih Mendominasi
ILUSTRASI. BPS mencatat jumlah pengangguran pada Februari 2024 mencapai 7,2 juta orang. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran pada Februari 2024 mencapai 7,2 juta orang. Jumlah tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu sebanyak 7,99 juta orang.

"Pada Februari 2024 terdapat 7,2 juta orang yang menganggur, setara dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,82%," ujar Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam Konferensi Pers, Senin (6/5).

Amalia menyebut, angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan Februari 2023 dan bahkan lebih rendah dari tingkat pengangguran sebelum pandemi Covid-19, di mana pada Februari 2020 angka TPT tercatat 4,94%.

Baca Juga: BPS: Mayoritas Penduduk Indonesia Masih Bekerja di Sektor Informal

Meski angka pengangguran menurun, nyatanya jumlah penduduk yang bekerja pada kegiatan informal masih mendominasi sebayak 84,13 juta orang atau setara 59,17% pada Februari 2024. Angka tersebut juga mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Februari 2023 sebesar 60,12%.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa penurunan tingkat pengangguran pada periode laporan merupakan kabar baik. Hanya saja, ia menyoroti besarnya pekerja di sektor informal dan relatif belum kembali seperti sebelum pandemi.

"Padahal kita tahu bahwa pekerja di sektor informal ini relatif rentan terhadap gejolak perekonomian dan ketika terjadi gejolak mereka yang bekerja di sektor informal umumnya tidak punya jaminan sosial yang memadai sehingga mereka berpotensi terjerumus ke dalam jurang kemiskinan," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (6/5).

Menurutnya, realisasi investasi terutama di sektor industri manufaktur memang membuka peluang terserapnya angkatan kerja yang lebih besar. Hal ini sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah sehingga pekerjaan rumah pemerintah saat ini adalah memastikan hal tersebut berkelanjutan dan bisa menyerap jumlah tenaga kerja yang lebih besar lagi.

"Artinya kebijakan yang terkait dengan sektor industri manufaktur perlu diselaraskan dengan kebijakan penciptaan lapangan kerja yang dilakukan oleh pemerintah," imbuhnya.

Yusuf menyebut, masih ada ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang disumbang oleh sektor-sektor padat karya seperti industri manufaktur.

"Harapannya ketika pertumbuhan ekonomi ditopang oleh industri manufaktur terutama yang padat karya itu bisa menjadi salah satu solusi pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran saat ini," jelas Yusuf.

Sementara itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P Sasmita mengatakan bahwa sebenarnya jumlah pengangguran sebanyak 7,2 juta tersebut merupakan pengangguran penuh waktu atau sama sekali tidak bekerja dan berpenghasilan. 

Jika ditambah dengan angkatan kerja yang setengah pengangguran atau bekerja di bawah waktu optimal per minggu, maka angkanya akan jauh sangat besar.

Apalagi komposisi tenaga kerja Indonesia, lebih dari setengahnya bekerja di sektor informal yang mayoritas penghasilannya belum optimal jika dibandingkan dengan pendapatan pekerja di sektor formal dengan standar pendapatan tertentu.

Baca Juga: BPS Catat Masih Ada 7,2 Juta Orang Indonesia Jadi Pengangguran

"Jadi soal pengangguran dan setengah pengangguran ini bukan saja soal kualitas pertumbuhan kita yang memang terbilang rendah, karena daya serap tenaga kerjanya per 1% pertumbuhan atau Incremental Labour Output Ratio (ILOR) kita memang di bawah ekspektasi tapi juga soal angka pertumbuhan kita yang terlalu standar," jelas Ronny.

Menurutnya, di era ledakan demografi dan bonus demografi, sudah selayaknya pertumbuhan ekonomi berada di sekitar 6% hingga 7% rata-rata dan akan lebih baik bila berada di atas kisatan tersebut. Dengan pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut, maka serapan tenaga kerjanya juga lebih besar sehingga bisa menekan angka pengangguran dan kemiskinan secara efektif.

"Jadi kualitas pertumbuhan memang harus diperbaiki sekaligus angka pertumbuhan harus diperjuangkan lebih tinggi lagi," jelasnya.

Sebagai informasi, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 mencapai 5,11% YoY. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kuartal IV-2023 yang sebesar 5,04% dan kuartal I-2023 yang tumbuh 5,04% YoY.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×