kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Anggota harus paham struktur belanja negara


Selasa, 18 Juni 2013 / 15:21 WIB
Anggota harus paham struktur belanja negara
ILUSTRASI. Area produksi PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR).


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Calon Anggota Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) Muhayat, mengatakan, siapa pun anggota BPK yang kelak terpilih harus memahami betul struktur pendapatan yang diterima negara dan struktur belanja negara. Ini penting agar anggota tersebut bisa menjalankan fungsi BPK dengan baik.

Dalam Fit and Proper Test calon Anggota BPK yang berlangsung di Komisi XI, Gedung DPR, Selasa, (18/6), Muhayat menjelaskan, pemahaman struktur pendapatan negara itu mulai dari pajak, non pajak, sampai hibah. Pemahaman ini bahkan harus meliputi dasar hukum pendapatan negara.

Selain itu, Muhayat menambahkan, anggota BPK juga harus memahami struktur belanja negara. Termasuk, dalam hal spesifikasi belanja yang dilakukan sudah tepat atau tidak. "Kurangnya pemahaman terhadap spesifikasi belanja bisa berakibat belanja negara menjadi high cost," imbuh dia.

Ismet Hasan, Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, menilai, selama ini penerimaan negara banyak mengalami kebocoran. Untuk itu, ia bertanya kepada Muhayat bagaimana anggota BPK yang memahami struktur penerimaan negara dapat mencegah kebocoran tersebut.

Menanggapi hal itu, Muhayat memberikan pandangan, langkah itu bisa dicegah jika anggota BPK juga memahami betul struktur penerimaan negara non pajak. "Sehingga, bisa mengurangi kemungkinan potensi pendapatan negara yang terlewat," tegas Muhayat.

Pertanyaan lain muncul dari Kamarudin Sjam, anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar. Menurutnya, BPK adalah lembaga negara yang super body seperti halnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, dalam negara demokrasi, semua lembaga negara harus mendapatkan pengawasan. "Selama ini jika Komisi XI mengawasi BPK, lembaga itu kerap merasa tersinggung dan menilai pengawasan DPR sudah memasuki wilayah teknis," kata Kamarudin.

Untuk pertanyaan tersebut, Muhayat mengaku pembentukan lembaga independen pengawas BPK bisa saja dimungkinkan. Sebab, hal ini penting untuk tegaknya mekanisme check and balances bagi pengawasan kinerja BPK sehari-hari. "Yang penting aturan untuk ini sudah ada. Jika belum, maka hal ini menjadi pekerjaan kita bersama untuk menyelesaikannya," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×