Reporter: Dian Pitaloka | Editor: Test Test
JAKARTA. Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS) DPR meminta pemerintah merevisi Perpres No 48 tahun 2008 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Dengan revisi tersebut sisa 80% dana bantuan yang menggunakan APBN 2008 dapat segera dinikmati oleh korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, tanpa menunggu dana 20% lainnya lunas.
Ali Wijanarko, anggota TP2LS dari F-KB mendesak Pemerintah agar tidak mengaitkan kewajibannya dengan ketentuan di pasal 15 ayat (2) Perpres No 14 tahun 2007. Di Perpres tersebut tertulis bahwa pembayaran sisa 80% baru diberikan setelah pihak Lapindo Brantas menyelesaikan 20% pembayaran di tahun 2008 ini.
Pihak Minarak Lapindo Jaya (MLJ) dan Lapindo Brantas mengakui bahwa hingga saat ini mereka belum menyelesaikan seluruh pembayaran. "Pihak Lapindo bilang tinggal 1,7% dan mereka baru bisa menyelesaikan tahun 2010," kata Ali mengutip ucapan perwakilan dari MLJ di rapat dengar pendapat antara TP2LS, BPLS, LB dan MLJ di DPR, Kamis (11/9).
Ali menyimpulkan, dana pembayaran itu bisa hangus karena tahun anggarannya sudah lewat. Kendati dana tersebut sudah diusulkan dan disetujui dalam rancangan APBN 2009. Dana dari APBN itu sebesar Rp1,194 triliun, termasuk sisa 80% yang harus dibayarkan. "Ada kesan bahwa Menteri keuangan memperlambat pencairan dana tersebut," katanya.
Dirjen Anggaran Departemen Keuangan, Anny Ratnawati mengelak dari tuduhan itu. Menurut dia, Departemen Keuangan hanya menuruti peraturan yang ada, Perpres No 48 tahun 2008 dan juga Perpres No 14 tahun 2007, terutama pasal 15 ayat 2. "Kalau kami bayarkan sebelum Lapindo melunasi, kami khawatir warga merujuk semua ke pemerintah," katanya. Ada dua cara agar dana ini tidak hangus. "Pertama, meminta MLJ segera melunasi pembayar 20%-nya dan Kedua, BP2LS mengusulkan lagi dana tersebut di anggaran tahun berikutnya," kata Anny.
Imam Pria Agustino, General Manager (GM) Lapindo Brantas Inc, menegaskan bahwa pihaknya telah berusaha maksimal dalam melunasi kewajibannya. "Masalahnya ada warga yang belum memenuhi berkas," katanya.
Sekedar informasi, penyelesaian kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo menggunakan mekanisme cash and resettlement. Warga yang menjadi korban maupun yang terkena dampak dari aliran lumpur panas ini akan dipindahkan, diberi tempat tinggal, serta dibayarkan ganti rugi. Proses itu, meskipun menuai pro dan kontra dari LSM setempat, tetap dianggap sebagai jalan keluar terbaik. Besaran NJOP pun sudah ditetapkan, dan kini dijadikan acuan pemerintah dalam menganggarkan dana 1,194 trilyun rupiah pada 2009.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News